MAKALAH PATOFIOLOGI


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gastroenteritis adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk tinja yang encer atau cair. Penyebab utama gastroenteritis adalah bakteri, virus, parasit (jamur, cacing, protozoa). Gastroenteritis akan ditandai dengan muntah dan diare yang dapat menghilangkan cairan dan elektrolit terutama natrium dan kalium yang akhirnya dapat menimbulkan asidosis metabolik. Dapat juga terjadi kekurangan cairan atau dehidrasi.                  
Typus abdominalis dalam kehamilan, dan nifas menunjukan angka kematian yang lebih tinggi dari pada di luar kehamilan. Ibu hamil yang menderita tifus memiliki risiko kematian 15 persen atau lebih.  Penyakit ini mempunyai pengaruh buruk terhadap kehamilan. Janin yang dikandungnya berpeluang sekitar 60-80 persen gugur atau lahir prematur, lebih dini terjadinya infeksi dalam kehamilan, lebih besar kemungkinan berakhirnya kehamilan. Infeksi ini bisa dicegah dengan vaksinasi. Ibu yang mengalami infeksi setelah melahirkan disarankan untuk tidak menyusui bayinya karena dikhawatirkan bisa menular. Selain itu, ibu dianjurkan untuk banyak istirahat, menjalani pengobatan simptomatik dan minum obat antibakteri.Pengobatan dengan kloramfenikol atau tiamfenikol (Urfamycin) biasanya cukup manjur. Waktu ada wabah, semua wanita hamil perlu diberi vaksinasi
Karsinoma   lambung   adalah   suatu   keganasan   yang   terjadi   di lambung, sebagian besar adalah jenis adenokarsinoma. Kanker lambung lebih sering terjadi pada usia lanjut kurang dari 25 % kanker itu terjadi pada orang di bawah usia 50 tahun ( Osteen, 2003 ). Meskipun frekuensi telah menurun secara dramatis selama beberapa dekade terakhir di dunia Barat, kanker ini masih memberikan   kontribusi   signifikan   terhadap   kematian   secara keseluruhan.   Insiden   adenocarcinoma   sangat   bervariasi   tergantung   pada wilayah geografis. Insiden tahunan di Jepang  diperkirakan 140 kasus per 100.000 penduduk   per   tahun,   sedangkan   di   dunia   Barat   insiden   ini diperkirakan 10 per 100.000 penduduk. Insiden yang lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan rasio dari 1,5 : 2,5 kelompok-kelompok sosial yang miskin  dan  orang-orang   di   atas  usia   40  tahun  yang   diamati.  Dan  angka kejadian karsinoma lambung  (866.000 mortalitas/tahun). (WHO,2008)                  
           
B.   RUMUSAN MASALAH
1.     Bagaimanakah definisi gastroentritis ?
2.    Apa saja etiologi dari gastroentritis ?
3.    Apa definisi dari typhus abdominalis?
4.     Bagaimana etiologi dari thypus abdominalis?
5.    Mengapa kanker lambung bisa terjadi ?
6.    Bagaimana diagnostik pemeriksaan kanker lambung ?

C.  Tujuan
1.    Memahami tentang definisi gastroentritis
2.    Memahami tentang etiologi gastroenteritis
3.    Mengetahui Intervensi dan pencegahan yang bisa dilakukan oleh bidan mengenai Typhus Abdominal
4.    Mengetahui asuhan ibu hamil dengan typus abdominalis
5.    Untuk mengetahui  anatomi dan fisiologi Lambung
6.    Untuk mengetahui  pengertian Kanker Lambung



BAB II
PEMBAHASAN

1. GASTROENTERITIS

A.  Definisi Gastroenteritis
Gastroentritis adalah peradangan pada mukosa membran lambung dan usus halus ditandai dengan gejala diare dengan disertai muntah atau tidak. Dua jenis gastritisn yang paling sering terjadi adalah gastritis superfisial akut dan gastritis atrofik kronis.
Gastroentritis adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara belebihan yang terjadi karena frekuiensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk tinja yang encer atau cair. (Suriadi dan Yuliani, 2001)
Penyebab utama gastroenteritis adalah adanya bakteri, virus, parasit (jamur,cacaing,protozoa). Gastroenteritis akan di tandai dengan muntah dan diare yang dapat menghilangkan cairan dan elektrolit terutama natrium dan kalium yang akhirnya menimbulkan asidosis metabolic dapat juga terjadi cairan atau dehidrasi. (Setiati, 2009)

B.  Etiologi
1.    Faktor infeksi
a.    Infeksi  Bakteri : Escherichia coli, salmonella typi, salmonella paratipy A, B, C, Shigella dysentri, Shigella flexnery, Vibrio cholera, Vibrio eltor, Vibrio parahemolytius, Clostridium perfringers, Campilobacter ( Helico-bacter ) jejuni, Sthapyllococus, Streptococus, Yersinia intestinal, Coccidiosis.
b.    Infeksi Virus : Entro virus ( virus echo, coxsakria, poliomyelitis )
c.    Infeksi Parasit : Cacing ( ascaris, tricuris, yuris, stongyloides ) protozoa, jamur
d.   Infeksi Parental : Infeksi diluar alat pencernaan seperti OMA , tongsilitis, bronkopneumoni.
2.    Faktor mal absorbsi
a.    Mal absorbsi karbohidrat
b.   Mal absorbsi lemak
c.    Mal absorbsi protein
3.    Faktor makanan :  Makanan basi , makanan beracun
4.    Faktor psikologis : Rasa takut dan cemas. (Wilkins, 2008)

C.  Tanda dan Gejala
1.    Diare adalah buang air besar ( defekasi ) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair ( setengah padat ), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml dalam 24 jam.
2.    Mual diartikan sebagai adanya pengeluaran paksa dari isi lambung melalui perut. Pusat muntah mengontrol dan mengintegrasikan terjadinya muntah. Lokasinya terletak pada formasio retikularis lateral medula oblongata yang berdekatan pada pusat-pusat lain yang meregulasi pernafasan, fasomotor, dan fungsi otonom lain.
3.    Nyeri perut banyak penderita yang mengeluh sakit perut. Rasa sakit perut banyak jenisnya. Lokasi dan kualitas nyeri perut dari berbagai organ akan berbeda, misalnya pada lambung dan duodenum akan timbul nyeri yang berhubungan dengan makanan dan berpusat pada garis tengah epigastrium. Pada usus halus akan timbul nyeri disekitar umdilikus yang mungkin dapat menjalar kepunggung bagian tengah.
4.    Demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal sehari-hari yang berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu ( set point ) dihipotalamus.  (Sylvia A Price, 2005)


D.  Patofisiologi 
Menurut Muttaqin (2011), Peradangan pada gastroenteritis disebabkan oleh infeksi dengan melakukan invasi pada mukosa, memproduksi enterotoksin dan atau memproduksi sitotoksin. Mekanisme ini menghasilkan peningkatan sekresi cairan dan menurunkan absorbsi cairan sehingga akan terjadi dehidrasi dan hilangnya nutrisi dan elektrolit.
Menurut Diskin (2008) di buku Muttaqin (2011) adapun mekanisme dasar yang menyebabkan diare, meliputi hal-hal sebagai berikut :
a.     Gangguan osmotik, dimana asupan makanan atau zat yang sukar diserap oleh mukosa intestinal akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
b.    Respons inflamasi mukosa, pada seluruh permukaan intestinal akibat produksi enterotoksin dari agen infeksi memberikan respons peningkatan aktivitas sekresi air dan elektrolit oleh dinding usus ke dalam rongga usus, selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
c.     Gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare, sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.
Dari ketiga mekanisme diatas menyebabkan :
1)   Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi yang mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik, hipokalemia)
2)   Gangguan gizi akibat kelaparan (masukan kurang, pengeluaran bertambah)
3)   Hipoglekemia, gangguan sirkulasi darah.
Pendapat lain menurut Jonas (2003) pada buku Muttaqin (2011). Selain itu, diare juga dapat terjadi akibat masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung. Mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare. Mikroorganisme memproduksi toksin. enterotoksin yang diproduksi agen bakteri (E. Coli dan Vibrio cholera) akan memberikan efek langsung dalam peningkatan pengeluaran sekresi air ke dalam lumen gastrointestinal

E.  Pemeriksaan Laboratorium
a.    Test feses untuk memeriksa adanya darah ( lebih umum dengan yang bakterial).
b.    Evaluasi feses terhadap volume, warna, konsistensi adanya kus atau pus
c.    Hidung darah lengakap dengan deferensia
d.   Uji antigen imonosasi enzim untuk memastikan rotavirus.
e.    Kultur feses ( jika anak dihospilitasi jus dalam feses atau diare yang berkepanjangan) untuk menentukan pathogen.
f.     Evaluasi feses terhadap telur cacing dan parasite.
g.    Aspirasi duodenum ( jika diduga coli lambilia )  (Arjatmo Tjokronegoro, 2002)

F.   Penatalaksanaan
·      Pemberian cairan
Pemberian cairan pada pasien diare dan memperhatikan derajad dehidrasinya dan keadaan umum.
a.    Pemberian Cairan
Pasien dengan dehidrasi ringan dan sedang cairan yang diberikan peroral berupa cairan yang berisikan NaCI dan Na HCO3, KCL dan glukosa untuk diare akut.
b.    Cairan Parenteral
Sebenarnya ada beberapa jenis cairan yang diperlukan sesuai kebutuhan pasien, tetapi semuanya itu tergantung tersedianya cairan setempat. Pada umumnya cairan Ringer Laktat (RL) diberikan tergantung berat atau ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan dengan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat badannya.
1.  Dehidrasi ringan : satu jam pertama 25-50 ml / kg BB/hari, kemudian 125 ml/kg BB/oral
2.  Dehidrasi sedang : satu jam pertama 50-100 ml/kg BB/oral, kemudian 125 ml/kg BB/hari
3.  Dehidrasi berat : satu jam pertama 20 ml/kg BB/jam atau 5 tetes/kg BB/menit (inpersep 1 ml : 20 tetes ), 16 jam berikutnya 105 ml/kg BB oralit peroral.
·      Pemberian obat-obatan
Prinsip pengobatan diare adalah menggantikan cairan yang hilang melalui tinja dengan / tanpa muntah dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa / karbohidrat lain ( gula, air tajin, tepung beras, dsb ).
a.    Obat anti stresi : Asetosal, dosis 25 mg/ch dengan dosis minimum 30 mg. Klorrpomozin, dosis 0,5-1 mg /kg BB/hari.
b.    Obat spasmolitik : umumnya obat spasmolitik seperti papaverin ekstrak beladora, opium loperamia tidak digunakan untuk mengatasi diare akut lagi, obat pengeras tinja seperti kaolin, pectin charcoal, tabonal tidak ada manfaatnya untuk mengatasi diare sehingga tidak diberikan lagi.
c.    Antibiotik : umumnya antibiotik tidak diberikan bila tidak ada penyebab yang jelas. Bila penyebabnya kolera diberikan tetrasiklin 25-50 mg/kg BB/hari. Antibiotik juga diberikan bila terdapat penyakit seperti OMA, faringitis, bronchitis/bronkopeneumonia.  (Haryani, 2001)


G. Komplikasi
Bila diare berlangsung terus maka dapat timbul :
1.      Dehidrasi, diakibatkan karena tubuh kehilangan terlalu banyak cairan dengan tanda mukosa bibir kering, turtgor kulit jelek, urine pekat, mata cekung.
2.      Syok hipovolemik
Merupakan akibat lanjutan bila kekurangan volume cairan yang terlampau berlebihan menyebabkan kehilangan cairan dan sistem vaskuler, darah jadi lebih kental dan tidak lancar yang dapat menimbulkan renjatan yang ditandai denyut nadi cepat, tekanan darah menurun, pasien geisha, muka pucat, ekstrenitas dingin dan radang sianoar.
3.      Hipokalenia (hipotomi otot, lemah, bradikardia, disritnia jantung).
Kehilangan cairan berlebihan menyebabkan tubuh juga kehilangan elektrolit seperti kalium yang berperan penting dalam kerja otot skeletal dan jantung. Penurunan kadar kalium dalam tubuh (darah) akan mengakibatkan penurunan kerja jantung dan otot. Pada jantung bisa menimbulakan disritmia, konraksi yang kurang menyebabkan bradikardia, meteorismus, pada otot menimbulkan kelemahan dan hipotoni otot.
4.      Kejang
Merupakan respon tubuh yang menandakan tubuh kekurangan oksigen terutama otak, hal ini diakibatakan oleh adanya gangguan biokmia dalam tubuh yang menandakan tubuh kekurangan oksigen. Biokimia dalam tubuh yang mengakibatkan asidosis metabolik sehingga aliran darah tidak lancar, suplai darah diutamakan ke organ – organ tubuh yang fital.
5.      Malnutrisi
Ini dikarenakan absorbsi zat gizi yang tidak adekuat menyebabkan tubuh kekurangan zat gizi yang ditandai berat badan turun, konjungtiva anemis, badan lemas.
6.      Asidosi Metabolik
Karena tubuh kehilangan bikarbonat. Perbandingan bikarbonat dan asam karbonat berkurang, yang mengakibatkan ph darah menurun (menjadikan lebih asam/asidosis). Sedangkan pada proses metabolisme dengan menggunakan C02 sehingga dalam tubuh terjadi penumpukan asam laktat maka terjadi asidosis metabolic. (Syaifuddin, 2006).

2.  TYPUS ABDOMINALIS



A.      Definisi

Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran  pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan pencernaan dan gangguan kesadaran.

B.       Etiologi

Salmonella typhi Batang gram negative yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu:- antigen O (somatic, terdiri darizat komplekliopolisakarida)- antigen H(flagella)- antigen V1 dan protein membrane hialin.3 Salmonella parathypi A4.Salmonella parathypi B5.Salmonella parathypi C6. Feses, urin dan muntahan penderita.

C.      Klasifikasi

·         Typus abdominalis
adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna ,gangguan kesadaran.
·         Paratypus
adalah jenis typus yang lebih ringan, mungkin sesekali penderita mengalami buang-buang air. Jika diamati, lidah tampak berselaput putih susu, bagian tepinya merah terang. Bibir kering, dan kondisi fisik tampak lemah, serta nyata tampak sakit.Jika sudah lanjut, mungkin muncul gejala kuning,sebab pada tipus organ limfa dan hati biasa membengkak seperti gejala hepatitis.

 

D.      Patofisiologi

Kuman salmonella typhosa masuk kedalam saluran cerna, bersama makanan dan minuman, sabagian besar akan mati oleh asam lambung HCL dan sebagian ada yang lolos (hidup), kemudian kuman masuk kedalam usus (plag payer) dan mengeluarkan endotoksin sehingga menyebabkan bakterimia primer dan mengakibatkan perdangan setempat, kemudian kuman melalui pembuluh darah limfe akan menuju ke organ RES terutama pada organ hati dan limfe.
Di organ RES ini sebagian kuman akan difagosif dan sebagian yang tidak difagosif akan berkembang biak dan akan masuk pembuluh darah sehingga menyebar ke organ lain, terutama usus halus sehingga menyebabkan peradangan yang mengakibatkan malabsorbsi nutrien dan hiperperistaltik usus sehingga terjadi diare. Pada hipotalamus akan menekan termoregulasi   yang mengakibatkan demam remiten dan terjadi hipermetabolisme tubuh akibatnya tubuh menjadi mudah lelah.
Selain itu endotoksin yang masuk kepembuluh darah kapiler menyebabkan roseola pada kulit dan lidah hipermi. Pada hati dan limpa akan terjadi hepatospleno megali. Konstipasi bisa terjadi menyebabkan komplikasi intestinal (perdarahan usus, perfarasi, peritonitis) dan ekstra intestinal (pnemonia, meningitis, kolesistitis, neuropsikratrik).

E.       Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala Demam Pada minggu pertama demam berangsur naik berlangsung pada 3 minggu pertama .pada minggu ke 3 suhu berangsur-angsur turun dan kembali normal. Demam tidak hilang dengan pemberian antiseptic, tidak menggigil dan tidak berkeringat. Kadang pasien disertai epitaksis.
·         Gangguan pada saluran pencernaan:
a.    Halitosis
b.    Bibir kering
c.    Lidah kotor berselaput putih dan pinggirannya hiperemesis
d.   Perut agak kembung.
e.    Mual
f.     Splenomegali disertai nyeri pada perabaan
g.    Pada permulaan umumnya terjadi diare
h.   Kemudian menjadi obstipasi
i.      Gangguan kesadaran:
j.      Kesadaran menurun ringan sampai berat.
k.    Umumnya apatis
l.      Bradikardi relative
m. Umumnya tiap kenaikan 1celcius di ikuti penambahan denyut nadi 10-15 kali permenit.
n.   Penderita mulai cepat lelah, malas, sakit kepala, rasa tidak enak di perut, nyeri seluruh tubuh, hal tersebut dirasakan antara 10-14 hari

F.       Infeksi Typus Abdominalis pada Kehamilan

Typus abdominalis dalam kehamilan, dan nifas menunjukan angka kematian yang lebih tinggi dari pada di luar kehamilan. Penyakit ini mempunyai pengaruh buruk terhadap kehamilan. Dalam 60-80 % hasil konsepsi keluar secara spontan : lebih dini terjadinya infeksi dalam kehamilan, lebih besar kemungkinan berakhirnya kehamilan.
Pengobatan dengan kloramfenikol atau tiamfenikol (Urfamycin) biasanya cukup manjur. Waktu ada wabah, semua wanita hamil perlu diberi vaksinasi. Walaupun kuman-kuman tufus abdominalis tidak di keluarkan melalui air susu, namun sebaiknya penderita tidak menyusui bayinya karena keadaan umum ibu biasanya tidak mengizinkan, dan karena kemungkinan penuluaran oleh ibu melalui jalan lain tetap ada. Tifus abdominalis tidak merupakan indikasi bagi abortus buatan.

G.  Komplikasi
Dapat terjadi pada :

a.   Usus halus
1)   Perdarahan usus. Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Bila perdarahan banyak terjadi melena dan bila berat dapat disertai perasaan nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.
2)   Perforasi usus. Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelah itu dan terjadi pada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara di ronggan peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara diantara hati dan diafrkma pada foto roentgen abdomen yangdibuat dalam keadaan tegak.     
3)   Peritonitis. Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang (defence muskulair) dan nyeri pada tekanan.
b.    Komplikasi di luar usus
Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakteremia) yaitu meningitis, kolesistitis, ensefelopati dan lain-lain. Terjadi karean infeksi sekunder, yaitu bronkopneumonia.

H.     Upaya Pencegahan

Untuk mencegah agar terhindar dari penyakit ini, kini sudah ada Vaksin Tipes atau Tifoid yang disuntikkan atau secara minum obat dan dapat melindungi dalam waktu 3 tahun. Atau dapat dengan cara :
1.    Usaha terhadap lingkungan hidup :
·      Penyadiaan air minum yang memenuhi
·      Pembuangan BAB dan BAK yang memenuhi
·      Pemberantasan lalat
·      Pengawasan terhadap rumah rumah dan penjualan makanan
2.    Usaha terhadap manusia:
·      Imunisasi               
·      Pendidikan kesehatan pada masyarakat seperti hygiene sanitasi, personal hygiene.

H.    Teraphy / Pengobatan
          Penyakit ini tidak terlalu parah, namun sangat mengganggu aktifitas. Yang sangat dibutuhkan adalah istirahat total selama beberapa minggu bahkan bulan.Bagi orang yang sangat aktif, hal ini sangat menderita. Yang perlu diperhatikan pasca terkena tipes adalah pola makan yang benar. Misalnya harus lunak, terapkan makan lunak sampai batas yang telah ditentukan dokter, kemudian makanan yang berminyak, pedas, asam, spicy hindari. Kurangi kegiatan yang terlalu menguras tenaga. Kemudian untuk menjaga stamina bisa diberikan Kapsul Tapak (sesuai ketentuan dokter) Liman 3 x 2 Kaps/hr, Kaps Daun sendok 3 x 2 Kaps.hr, dan Patikan Kebo 3 x 1 Kaps/hr,(untuk membantu mempercepat penyembuhan luka diusus akibat Typus).
          Pengobatan pada penderita ini meliputi tirah baring, diet rendah serat – tinggi kalori dan protein, obat-obatan berupa antibiotika, serta pengobatan terhadap komplikasi yang mungkin timbul. Obat untuk penyakit Types adalah antibiotika golongan Chloramphenikol, Thiamphenikol, Ciprofloxacin dll,yang diberikan selama 7 – 10 hari.
Lamanya pemberian antibiotika ini harus cukup sesuai resep yg dokter berikan. Jangan dihentikan bila gejala demam atau lainnya sudah reda selama 3-4 hari minum obat. Obat harus diminum sampai habis ( 7 – 10 hari ). Bila tidak, maka bakteri Tipes yg ada di dalam tubuh pasien belum mati semua dan kelak akan kambuh kembali    

J.        Penatalaksanaan

·           Bed rest total (tirah baring absolut) sampai minimal 7 hari bebas panas atau selama 14 hari, lalu mobilisasi secara bertahap, mulai dari duduk, berdiri, sampaiJalan pada 7 hari bebas panas
·           Diet tetap makan nasi, tinggi kalori dan protein (rendah serat medikamentosa)
·           Anti piretik(parasetamol setiap 4-6 jam)
·           Roborantia (Becom-C, dll)
·           Antibiotika
·           Kloramfenikol, Thiamfenikol : 4 x 500 mg, jika sampai 7 hari panas tidak turun (obat diganti)
·           Amoksilin/ ampisilin : 1 gr/6 jam selama gase demam. Bila demam turun >750 mg 6 jam sampai 7 hari bebas panas
·           Kotrimoksasol : 2 x 960  mg selama 14 hari atau 7 hari bebas panas. Jika terjadi leukopeni (obat diganti)
·           Golongan sefalospurin generasi III (mahal)
Catatan :
Kortikosterroid : khusus untuk penderita yang sangat toksik (panas tinggi tidak turun – turun kesadaran menurun dan gelisah / sepsis) :
Hari ke 1 : Kortison 3 x 100 mg im atau prednisone 3 x 10 mg oral
Hari ke 2 : kortison 2 x 100 mg im atau prednisone 2 x 10 mg oral
Hari ke 3 : Kortison 3 x 50 mg im atau prednisone 3 x 5 mg oral
Hari ke 4 : Kortison 2 x 50 mg im atau prednisone 2 x5 mg oral
Hari ke 5 : Kortison 1 x 50 mg im atau prednisone 1 x 5 mg oral
Pada Anak :
·      Klorampenikol : 50 – 100 mg/Kg BB/ dibagidalam 4 dosis sampai 3 hari bebas/minimal 14 hari pada bayi.
·      Kontrimoksasol : 8 – 20 mg/kg BB/hari dalam 2 dosis sampai 5 panas/minimal 10 hari.
·      Bila terjadi ikterus dan hepatomeli : salain kloramfenikol diterapi dengan ampisilin 100 mg/kg BB/hari selama 14 hari dibagi dalam 4 dosis
·      Bila dengan upaya – upaya tesebut  pasa tidak turun juga, rujuk ke RSUD 
Perhatian :
Jangan mudah memberi golongan quinolon, bila dengan obat lain masi biasa diatasi ,Jangan mudah memberi Kloramfenikol bagi kasus demam yang belum pasti. Demam Tifoid, mengingat komplikasi Agranulositotis tidak semua demam dengan leukopeni adalah  demam tifoid.

K.      Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium Darah untuk kultur (biakan empedu) dan widal biakan empedu untuk menemukan Salmonela typosa dapat ditemukan dalam darah pasien pada minggu pertama sakit. Selanjutnya lebih sering ditemukan pada urine dan feces dan mungkin akan tetap positif untuk waktu yang lama.
Pemeriksaan widal Merupakan pemeriksaan yang dapat menentukan diagnosa typus abdominalis secara pasti. Dikerjakan pada waktu pertama masuk dan setiap minggu berikutnya.

3.  CAGASTER
A. Anatomi dan fisiologi Lambung
1. Pengertian
Lambung atau gaster merupakan bagian dari saluran yng dapat mengembang paling banyak terutama di daerah epigaster. Lambung terdiri dari bagian atas fundus uteri berubungan dengan esophagus melalui   orifisium   pilorik,   terletak   dibawah   diafragma   di   depan pancreas   dan   limpa,   menempel   di   sebelah   kiri   fundus   uteri. (Syaifuddin, 2003)
2. Bagian-Bagian Lambung
Bagian lambung terdiri dari:
1.         Fundus ventrikuli, bagian yang menonjol ke atas terletak sebelah kiri osteum kardium dan biasanya penuh berisi gas
2.         Korpus ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian bawah kurvatura minor
3.         Atrum pylorus, bagian lambung berbentuk tabung mempunyai otot yang tebal membentuk sfingter pylorus
4.         Kurvatura minor, terdapat sebelah kanan lambung, terbentang dari osteum kardiak sampai pylorus
5.         Kurvatura   mayor,   lebih   panjang   daripada   kurvatura   minor, terbentang dari sisi kiri osteum kardiak melalui fundus ventrikuli menuju   kanan   sampai   ke   pylorus   inferior,   ligamentum gastrolienalis terbentang dari bagian atas kurvatura mayor sampai ke limpa
6.         Osteum kardiak, merupakan tempat esophagus  bagian abdomen masuk ke lambung, pada bagian ini terdapat orifisium pilorik.





                                    Gambar Bagian bagian Lambung
Susunan lapisan dari dalam dan keluar, terdiri dari :
1.      Lapisan selaput lendir, apabila lambung ini dikosongkan, lapisan akan berlipat-lipat disebut rugae
2.       Lapisan otot melingkar (muskulis aurikularis)
3.       Lapisan otot miring (muskulus obliqus)
4.      Lapisan otot panjang (muskulus longitudinal)
5.      Lapisan jaringan ikat/serosa (peritoneum)
Sekresi getah lambung mulai terjadi pada awal orang makan. Bila   melihat   makanan   dan   mencium   bau   makanan   maka   sekresi lambung akan terangsang. Rasa makanan merangsang sekresi lambung karena   kerja   saraf   menimbulkan   rangsangan   kimiawi   yang
menyebabkan   dinding   lambung   melepaskan   hormon   yang   disebut sekresi getah lambung. Getah lambung dihalangi oleh system saraf simpatis yang dapat terjadi pada waktu gangguan emosi seperti marah dan rasa takut. (Syaifuddin, 2003)
3. Fungsi Lambung
1.      Menampung   makanan,   menghancurkan   dan   menghaluskan makanan oleh peristaltic lambung dan getah lambung
2.       Getah cerna lambung yang dihasilkan:
a)      Pepsin : memecah putih telur mejadi asam amino (albumin dan pepton)
b)      Asam   garam   (HCl)   :   mengasamkan   makanan,   sebgai antiseptic dan disinfektan dan membuat suasana asam pada pepsinogen sehingga menjadi pepsin
c)      Renin   :   ragi   yang   membekukan   susu   dan   membentuk kasein dar kasinogen (kasinogen dan protein susu)
d)     Lapisan   lambung   jumlahnya   sedikit,   memecah   lemak menjadi asam lemak merangsang sekresi etah lambung.
4 .Kerja Lambung
Lambung mensekresi cairan cairan yang sangat asam dalam berespon atau sebagai antisipasi terhadap pencernaan makanan. Cairan ini, yang dapat mempunyai pH serendah 1, memperoleh keasaman dari asam hidroklorida  yang disekresikan oleh kelenjar lambung. Fungsi sekresi asam ini 2 kai lipat. (1) untuk memecah makanan menjadi komponen   yang   lebih   dapat   diabsorbsi   dan   (2)   untuk   membantu destruksi   kebanyakan   bakteri   pencernaan.   Lambung   dapat menghasilkan sekresi kira-kira 2,4 L/hari. Sekresi   Lambung   juga   mengandung   enzim   pepsin,   yang penting   untuk   memulai   pencernaaan   protein.   Faktor   intrinsic   juga disekresi   oleh   mukosa   gaster.   Senyawa   ini   berkombinasi   dengan vitamin B 12 dalam diet, hingga vitamin dapat diabsorbsi didalam ileum. Tidak hanya factor intriksik, menyebabkan vitamin B12  tidak dapat diabsorbsi dan mengakibatkan anemia pernisiosa.      Hormon-hormon,   neuroregulator,   dan   regulator   local ditemukan didalam control sekresi gastrik laju sekresi lambung dan mempengaruhi motilitas gaster.  Kontraksi Peristaltik di dalam lambung mendorong isi lambung ke arah pylorus. Karena partikel makanan besar tidak dapat melewati sfingter pylorus, partikel ini diaduk kembali di dalam lambung secara mekanis dicampur dan dihancurkan manjadi partikel lebih kecil. Makanan   tetap   berada   di   lambung   selama   waktu   yang bervariasi dari setengah jam sampai beberapa jam, tergantung pada ukuran   partikel   makanan,   komposisi   makanan,   dan   factor   lain. Peristaltic   di   dalam   lambung   dan   kontraksi   sfingter   pylorus memungkinkan makanan dicerna sebagian untuk masuk ke usus halus pada   kecepatan   yang   memungkinkan   absorbsi   nutrient   efisien. (brunner, suddart.2001)

B. Kanker Lambung
Kanker   lambung   merupakan   bentuk   neoplasma   maligna gastrointestinal. Karsinoma lambung merupakan bentuk neoplasma lambung yang   paling   sering   terjadi   dan menyebabkan   sekitar   2,6%   dari   semua kematian akibat kanker (Cancer Facts and Figures, 1991) Neopasma ialah kumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel yang tumbuh terus-menerus secara tak terbatas, tidak terkoordinasi dengan jaringan sekitarnya dan tidak berguna bagi tubuh. (Patologi, dr. Achmad Tjarta, 2002) Kanker   lambung   adalah   salah   satu   penyakit   pembunuh   manusia dengan jumlah kematian 14.700 setiap tahun.Kanker lambung terjadi pada kurvatura kecil atau antrum lambung dan adenokarsinoma. Factor lain selain makanan tinggi asam yang menyebabkan insiden kanker lambung mencakup Inflamasi   lambung,   anemia   pernisiosa,   aklorhidria   (tidak   adanya Hidroklorida. Ulkus lambung, bakteri H, plylori, dan keturunan.(Suzanne C. Smeltzer)                                                                           Kanker   lambung   atau   tumor   malignan   perut   adalah  suatu   adeno karsinoma. Kanker ini menyebar ke  paru –paru, nodus limfe dan hepar. Faktor risiko meliputi gastritis atrofik kronis dengan metaplasia usus anemia pernisiosa, konsumsi alkohol tinggi dan merokok. (Nettina sandra ,pedoman praktik keperawatan) Kanker   lambung   adalah   suatu   keganasan   yang   terjadi   dilambung, sebagian   besar  adalah   dari  jenis  adenokarsinoma.   Jenis  kanker  lambung lainnya adalah leiomiosarkoma (kanker otot  polos) dan limfoma.  Kanker lambung  lebih sering   terjadi  pada  usia   lanjut.  Kurang   dari  25% kanker tertentu terjadi pada orang dibawah usia 50 tahun (Osteen, 2003).                          Kanker lambung pada pria merupakan keganasan terbanyak ketiga setelah kanker paru dan kanker kolorektal, sedangkan pada wanita merupakan peringkat keempat   setelah   kanker   payudara,   kanker   serviks   dan   kanker   kolorektal (Christian, 1999). hidroklorida). Ulkus lambung, bakteri H, plylori, dan keturunan. (Suzanne C. Smeltzer)                                                                                    Kanker   lambung   atau   tumor   malignan   perut   adalah  suatu   adeno karsinoma. Kanker ini menyebar ke  paru –paru, nodus limfe dan hepar. Faktor risiko meliputi gastritis atrofik kronis dengan metaplasia usus anemia pernisiosa, konsumsi alkohol tinggi dan merokok. (Nettina Sandra ,pedoman praktik keperawatan) Kanker   lambung   adalah   suatu   keganasan   yang   terjadi   dilambung, sebagian   besar  adalah   dari  jenis  adenokarsinoma.   Jenis  kanker  lambung lainnya adalah leiomiosarkoma (kanker otot  polos) dan limfoma.  Kanker lambung  lebih sering   terjadi  pada  usia   lanjut.  Kurang   dari  25% kanker tertentu terjadi pada orang dibawah usia 50 tahun (Osteen, 2003).                                   Kanker lambung pada pria merupakan keganasan terbanyak ketiga setelah kanker paru dan kanker kolorektal, sedangkan pada wanita merupakan peringkat keempat   setelah   kanker   payudara,   kanker   serviks   dan   kanker   kolorektal (Christian, 1999).

C.  Etiologi Kanker Lambung
Penyebab   pasti   dari   kanker   lambung   belum   diketahui,   tetapi   ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan perkembangan kanker lambung, meliputi hal- hal sebagai berikut:
1.      Faktor predisposisi
a.       Faktor genetic                                                                                       Sekitar   10%   pasien   yang   mengalami   kanker   lambung   memiliki hubungan genetik.   Walaupun  masih  belum   sepenuhnya  dipahami, tetapi adanya mutasi dari gen E-cadherin terdeteksi pada 50% tipe kanker  lambung.   Adanya   riwayat keluarga  anemia   pernisiosa   dan polip adenomatus juga   dihubungkan   dengan   kondisi  genetik pada kanker lambung (Bresciani, 2003).
b.    Faktor Umur                                                                                                    Pada kasus ini ditemukan lebih umum terjadi pada usia 50-70 tahun, tetapi sekitar 5 % pasien kanker lambung berusia kurang dari 35 tahun dan 1 % kurang dari 30 tahun (Neugut, 1996)

2.   Faktor presipitasi
a.       Konsumsi makanan yang diasinkan, diasap atau yang diawetkan. Beberapa studi menjelaskan intake diet dari makanan yang diasinkan menjadi   faktor   utama   peningkatan   kanker   lambung.   Kandungan garam   yang   masuk   kedalam   lambung   akan   memperlambat pengosongan   lambung   sehingga   memfasilitasi   konversi   golongan nitrat   menjadi  carcinogenic   nitrosamines  di   dalam   lambung. Gabungan   kondisi   terlambatnya   pengosongan   asam   lambung   dan peningkatan   komposisi  nitrosamines  didalam   lambung   memberi kontribusi terbentuknya kanker lambung (Yarbro, 2005).
b.      Infeksi H.pylori. H.pylori adalah bakteri penyebab lebih dari 90%ulkus duodenum dan 80% tukak lambung (Fuccio, 2007). Bakteri ini menempel   di   permukaan   dalam   tukak   lambung   melalui   interaksi antara   membran   bakteri   lektin   dan   oligosakarida   spesifik   dari glikoprotein membran sel-sel epitel lambung (Fuccio, 2009).
c.        Sosioekonomi.   Kondisi   sosioekonomi   yang   rendah   dilaporkan meningkatkan risiko kanker lambung, namun tidak spesifik.
d.       Mengonsumsi rokok dan alkohol. Pasien dengan konsumsi rokok lebih dari 30 batang sehari dan dikombinasi dengan konsumsi alcohol kronik akan meningkat risiko kanker lambung (Gonzales, 2003)
e.        NSAIDs. Inflamasi polip lambung bisa terjadi pada pasien yang mengonsumsi NSAIDs dalam jangkan waktu yang lama dan hal ini (polip lambung) dapat menjadi prekursor kanker lambung. Kondisi polip lambung akan meningkatkan risiko kanker lambung (Houghton, 2006).
f.       Anemia pernisiosa. Kondisi ini merupakan penyakit kronis dengan kegagalan   absorpsi kobalamin   (vitamin   B12),   disebabkan   oleh kurangnya   faktor   intrinsik   sekresi   lambung.   Kombinasi   anemia pernisiosa dengan infeksi  H.pylori  memberikan kontribusi penting terbentuknya   tumorigenesis   pada   dinding   lambung   (Santacrose, 2008).

D.  Patofisiologi dan WOC Kanker Lambung
Karsinoma gaster merupakan bentuk neoplasma lambung yang paling sering terjadi dan menyebabkan sekitar 2,6 % dari semua kematian akibat kanker. Laki-laki lebih sering terserang dan sebagian besar kasus timbul setelah usia 40 tahun(Sjamsuhidajat , 1997). Penyebab kanker lambung tidak diketahui tetapi dikenal faktor-faktor predisposisi tertentu. Faktor genetic, memegang  peranan   penting,   dibuktikan   karsinoma   lambung  lebih   sering terjadi pada orang dengan golongan darah A. Selain itu faktor ulkus gaster adalah salah satu faktor pencetus terjadinya karsinoma gaster(Sjamsuhidajat ,1997).                                                    Pada   stadium   awal,   karsinoma   gaster   sering   tanpa   gejala   karena lambung masih dapat berfungsi normal. Gejala biasanya timbul setelah massa tumor cukup membesar sehingga bisa menimbulkan gangguan anoreksia, dan gangguan penyerapan nutrisi di usus sehingga berpengaruh pada penurunan berat badan yang akhirnya menyebabkan kelemahan dan gangguan nutrisi. Bila   kerja   usus   dalam menyerap   nutrisi   makanan   terganggu   maka   akan berpengaruh pada zat besi yang akan mengalami penurunan yang akhirnya menimbulkan  anemia   dan  hal  inilah   yang  menyebabkan  gangguan   pada perfusi jaringan penurunan pemenuhan kebutuhan oksigen di otak sehingga efek pusing sering terjadi(Sjamsuhidajat , 1997).                                                                                     Pada stadium lanjut bila sudah metastase ke hepar bisa mengakibatkan hepatomegali. Tumor yang sudah membesar akan menghimpit atau menekan saraf sekitar gaster sehingga impuls saraf akan terganggu, hal inilah yang menyebabkan nyeri tekan epigastrik (Sjamsuhidajat , 1997). Adanya nyeri perut, hepatomegali, asites, teraba massa pada rektum, dan kelenjar limfe supraklavikuler kiri (Limfonodi Virchow) yang membesar menunjukkan penyakit yang lanjut dan sudah menyebar. Bila terdapat icterus obstruktiva   harus   dicurigai   adanya   penyebaran   di   porta   hepatic (Sjamsuhidajat , 1997).                                                            Kasus stadium awal yang masih dapat dibedah untk tujuan kuratif memberikan angka ketahanan hidup 5 tahun sampai 50%. Bila telah ada metastasis   ke   kelenjar   limfe   angka   tersebut   menurun   menjadi   10%. Kemoterapi diberikan untuk kasus yang tidak dapat direseksi atau dioperasi tidak radikal. Kombinai sitostatik memberikan perbaikan 30-40% untuk 2-4 bulan (Sjamsuhidajat , 1997). Pembedahan  dilakukan   dengan maksud  kuratif  dan paliatif.   Untuk tujuan kuratif dilakukan operasi radikal yaitu gastrektomi (subtotal atau total) dengan   mengangkat  kelejar   limfe regional   dan  organ   lain yang   terkena. Sedangkan untuk tujuan paliatif hanya dilakukan pengangkatan tumor yangperforasi atau berdarah (Sjamsuhidajat , 1997).

E.  Klasifikasi Kanker Lambung
Early gastric cancer (tumor ganas lambung dini). Berdasarkan hasil pemeriksaan radiolog dapat dibagi atas:
1.      Tipe I (pritrured type)
Tumor ganas yang menginvasi hanya terbatas pada mukosa dan sub mukosa yang berbentuk polipoid. Bentuknya ireguler permukaan tidak rata, perdarahan dengan atau tanpa ulserasi.
2.      Tipe II (superficial type) Dapat dibagi atas 3 sub tipe.
a.       Tipe II.a. (Elevated type)
Tampaknya sedikit elevasi mukosa lambung. Hampir seperti tipe I, terdapat sedikit elevasi dan lebih meluas dan melebar.
b.      Tipe II.b. (Flat type)
Tidak terlihat elevasi atau depresi pada mukosa dan hanya terlihat perubahan pada warna mukosa.
c.       Tipe II.c. (Depressed type  Didapatkan permukaan yang iregular dan pinggir tidak rata (iregular) hiperemik / perdarahan.
3.  Tipe III. (Excavated type)                                                                                          Menyerupai   Bormann   II   (tumor   ganas   lanjut)   dan   sering   disertai kombinasi seperti tipe II c dan tipe III atau tipe III dan tipe II c, dan tipe II a dan tipe II c. Advanced  gastric   cancer (tumor  ganas  lanjut).  Menurut  klasifikasi Bormann dapat dibagi atas :
1.      Bormann I                                                                                                Bentuknya berupa polipoid karsinoma yang sering juga disebut sebagai fungating dan mukosa di sekitar tumor atropik dan iregular.
2.      Bormann II
Merupakan Non Infiltrating Carsinomatous Ulcer dengan tepi ulkus serta mukosa sekitarnya menonjol dan disertai nodular. Dasar ulkus terlih nekrotik   dengan   warna   kecoklatan,   keabuan   dan   merah   kehitaman. Mukosa sekitar ulkus tampak sangat hiperemik.
3.     Bormann III                                                                                             Berupa infiltrating Carsinomatous type, tidak terlihat batas tegas pada dinding dan infiltrasi difusi pada seluruh mukosa.
4.    Bormann IV                                                                                          Berupa bentuk diffuse Infiltrating type, tidak terlihat batas tegas pada dinding dan infiltrasi difus pada seluruh mukosa.

F.  Manifestasi klinis kanker lambung
            Gejala awal dari kanker lambung sering tidak pasti karena kebanyakan tumor ini dikurvatura kecil, yang hanya sedikit menyebabkan ganguan fungsi lambung. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa gejala awal seperti nyeri yang hilang dengan antasida dapat menyerupai gejala pada pasien ulkus benigna.   Gejala   penyakit   progresif   dapat   meliputi   tidak   dapat   makan, anoreksia,   dyspepsia,   penurunan   berat   badan,   nyeri   abdomen,   konstipasi, anemia dan mual serta muntah (Harnawati, 200, KMB). Gejala klinis yang ditemui antara lain:
a.       Anemia, perdarahan samar saluran pencernaan dan mengakibakan defisiensi Fe mungkin merupakan keluhan utama karsinoma gaster yang paling umum.
b.      Penurunan   berat   badan,   sering   dijumpai   dan   menggambarkan penyakit metastasis lanjut.
c.       Muntah, merupakan indikasi akan terjadinya (impending) obstruksi aliran keluar lambung.
d.      Disfagia
e.       Nausea
f.       Kelemahan
g.      Hematemesis
h.      Regurgitasi
i.        Mudah kenyang
j.        Asites perut membesar
k.      Kram abdomen
l.        Darah yang nyata atau samar dalam tinjam.  Pasien   mengeluh   rasa   tidak   enak   pada   perut   terutama   sehabis makan  (Davey, 2005)

G.  Pemeriksaan Dianogsik Kanker Lambung
1.    Pemeriksaan radiologi                                                                                                      Pemeriksaan radiologi yang sering digunakan jenis penyakit ini adalah endoskopi,  endoskopi   merupakan   pemeriksaan   yang   paling   sensitif   dan spesifik untuk mendiagnosa karsinoma gaster. Endoskopi dengan resolusi tinggi dapat mendeteksi perubahan ringan pada warna, relief arsitektur dan permukaan   mukosa   gaster   yang   mengarah   pada   karsinoma   dini   gaster (Lumongga, 2008). Pemeriksaan   radiologi   dengan   menggunakan   barium   enema   masih digunakan   di   Jepang   sebagai   protokol   untuk   skrinning,   bila   kemudian dijumpai   kelainan  selanjutnya   dilakukan  pemeriksaan  dengan   endoskopi (Lumongga, 2008).
2.    Pemeriksaan sitology                                                                                                       Pemeriksaan sitologi pada gaster dilakukan melalui sitologi brushing. Pada  keadaan   normal,   tampak   kelompok   sel-sel   epitel   superfisial   yang reguler memben tuk gambaran seperti  honey comb. Sel-sel ini mempunyai inti  yang  bulat  dengan  kromatin  inti  yang  tersebar  merata   (Lumongga, 2008). Pada keadaan gastritis, sel tampak lebih kuboidal dengan sitoplasma yang sedikit dan inti sedikit membesar.Pada karsinoma, sel-sel menjadi tersebar ataupun sedikit berkelompok yang irreguler, inti sel membesarn hiperkromatin  dan   mempunyai   anak  inti   yang   multipel   atau   pun  giant nukleus (Lumongga, 2008). Pemeriksaan   sitology brushing  ini   jika   dilakukan   dengan   benar, mempunyai   nilai   keakuratan   sampai   85%   tetapi   bila   pemeriksaan   ini dilanjutkan   dengan   biopsi   lambung   maka   nilai   keakuratannya   dapat mencapai 96% (Lumongga, 2008).
3.    Pemeriksaan makroskopis                                                                                                Secara makroskopis ukuran karsinoma dini pada lambung ini terbagi atas dua golongan, yaitu tumor dengan ukuran < 5 mm, disebut dengan minute  dan   tumor   dengan   ukuran   6   – 10   mm   disebut   dengan  small (Lumongga, 2008). Lokasi tumor pada karsinoma lambung ini adalah pylorus dan antrum (50-60%), curvatura minor (40%), cardia (25%), curvatura mayor (12%). Paling banyak  terjadi karsinoma lambung pada daerah  daerah curvature minor bagian antropyloric (Lumongga, 2008)
4.    Pemeriksaan laboratorium                                                                                                Anemia (30%) dan tes darah positif pada feses dapat ditemukan akibat perlukaan pada dinding lambung. LED meningkat. Fractional test meal  ada aklorhidria pada 2/3 kasus kanker lambung. Elektrolit darah dan tes fungsi hati kemungkinan metastase ke hati (Hamsafir, 2010).
5.    Radiologi
1.         Foto thorax : dipakai untuk melihat metastase Paru.
2.         Barium   Meal   Double-contrastàadditional   defect,   iregularitas mukosa → tumor primer atau penyebaran tumor ke esofagus/ duodenum.
3.         Ultrasonografi abdomen → untuk mendeteksi metastase hati.
4.         CT scan atau  MRI pada thorax, abdomen,  dan pelvis   → lihat ekstensi   tumor   transmural,   invasi   keorgan   dan   jaringan   sekitar, metastasis   kelenjar,   asites.Untuk   menilai   proses   penyebaran   tumor seperti : menilai keterlibatan serosa, pembesaran KGB dan metastase ke hati dan ovarium
6. CT Staging pada karsinoma lambung
a.              Stage I   :  Massa intra luminal tanpa penebalan dinding.
b.             Stage II  :  Penebalan  dinding lebih dari 1 cm.
c.              Stage III : Invasi langsung ke struktur sekitarnya.
d.             Stage IV : Penyakit telah bermetastase.
7. Endoskopi dan Biopsi
a.              Sebagai Gold Standar pemeriksaan malignitas gaster.
b.             Ultrasound Endoskopi → kedalaman infiltrasi tumor dan melihat  pembesaran limfa
selika dan perigastrik (> 5mm).

Gambar 1 Endoskopi Lambung
Gambar 2 Infiltrasi Karsinoma gaste
Gambar 3 Karsinoma gaster pada fundus gaster
Description: https://reader015.staticloud.net/reader015/html5/20191019/55cf99aa550346d0339e8d4e/bg11.png
Gambar 4 Karsinoma gaster pada antrum gaster
Gambar 5. Karsinoma gaster yang menyebabkan obstruksi antrum gaster

H.  Komplikasi Kanker Lambung                                                                          
a. Perforasi
Dapat terjadi perforasi akuta dan perforasi kronika
1. Perforasi akut
AIRD 1935 menjumpai 35 penderita demean perforasi akut yang terbuka dari   karsinoma ventrikuli.   Yang   sering   terjadi   perfirasi   yaitu:   tipe ulserasi dari kanker yang letaknya di kurvatura minor, diantrium dekat pylorus. Biasanya mempunyai gejala-gejala yang mirip demean perforasi dari ulkus peptikum. Perforasi ini sering dijumpai pada pria.
2. Perforasi kronika                                                                                                                 Perforasi yang terjadi sering tertutup oleh jaringan didekatnya, misalnya oleh omentum atau bersifat penetrasi. Biasanya lebih jarang dijumpai jika   dibandingkan   dengan   komplikasi   dari   ulkus   benigna.   Penetrasi mungkin dijumpai antara lapisan omentun gastrohepatik atau dilapisan bawah dari hati.Yang sering terjadi yaitu perforasi dan tertutup oleh pancreas. Dengan terjadinya penetrasi maka akan terbentuk suatu fistul, misalnya gastrohepatik, gastroenterik dan gastrokolik fistula.
b. Hematemesis
Hematemesis yang masif dan melena terjadi ± 5 % dari karsinoma ventrikuli
yang gejala-gejalanya mirip seperti pada perdarahan massif maka banyak
darah yang hilang sehingga timbullah anemia hipokromik.
c.Obstruksi
Dapat terjadi pada bagian bawah lambung dekat daerah pilorus yang disertai keluhan muntah-muntah.
d. Adhesi
Jika   tumor   mengenai   dinding   lambung   dapat   terjadi   perlengketan   dan infiltrasi dengan organ sekitarnya dan menimbulkan keluhan nyeri perut.

I. Penatalaksanaan Kanker Lambung
Tidak  ada   pengobatan yang   berhasil   menangani karsinoma   lambung kecuali   mengangkat   tumornya.Bila   tumor   dapat   diangkat   ketika   masih terlokalisasi di lambung, pasien dapat sembuh. Bila tumor telah menyebar ke area lain yang tidak dapat dieksisi secara bedah penyembuhan tidak dapat dipengaruhi. Pada kebanyakan pasien ini, paliasi efektif untuk mencegah gejala seperti obstruksi, dapat diperoleh dengan reseksi tumor. Bila   gastrektomi   subtotal   radikal   dilakukan,   punting   ambung dianastomosisikan   pada   jejunum,   seperti   pada   gastrektomi   ulkus.                                                                                          Bila gastrektomi   total   dilakukan   kontinuitas   gastrointestinal   diperbaiki   dengan anastomosis diantara ujung esophagus dan jejunum. Bila ada metastasis pada organ vital lain, seperti hepar, pembedahan dilakukan terutama untuk tujuan paliatif dan bukan radikal. Pembedahan paliatif dilakukan untuk menghilangkan gejala obstruksi dan disfagia. Untuk pasien yang menjalani pembedahan namun tidak menunjukkan perbaikan,  pengobatan  dengan   kemoterapi  dapat   memberikan   control lanjut terhadap   penyakit   atau   paliasi. Obat  kemoterapi   yang   sering   digunakanmencakup   kombinasi   5-fluorourasil   (5FU),   Adriamycin,   dan   mitomycin-C. Radiasi   dapat   digunakan   untuk   paliasi   pada   kanker   lambung. (brunner & suddart, 2001)





BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan

Penyebab utama gastroenteritis adalah adanya bakteri, virus, parasit (jamur,cacaing,protozoa). Gastroenteritis akan di tandai dengan muntah dan diare yang dapat menghilangkan cairan dan elektrolit terutama natrium dan kalium yang akhirnya menimbulkan asidosis metabolic dapat juga terjadi cairan atau dehidrasi. (Setiati, 2009)
Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran  pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan pencernaan dan gangguan kesadaran.
Lambung atau gaster merupakan bagian dari saluran yng dapat mengembang paling banyak terutama di daerah epigaster. Lambung terdiri dari bagian atas fundus uteri berubungan dengan esophagus melalui   orifisium   pilorik,   terletak   dibawah   diafragma   di   depan pancreas   dan   limpa,   menempel   di   sebelah   kiri   fundus   uteri. (Syaifuddin, 2003)
B. Saran
Dalam upaya meningkatkan perawatan pada klien gastroentritis perlu ditingkatkan tentang biopsiko sosial spiritual pada klien melalui pendekatan proses keperawatan mencangkup didalamnya pelayanan promotif, prefentif, kuratif, dan rehabilitatif. Konsumsilah makanan yang bersih agar terhindar dari penyakit gastroentritis.                                                                                Sebagai seorang tenaga kesehatan kita hendaknya mengetahui bagaimana cara pencegahan dari penyakit typus ini, dan apa saja tanda dan gejalanya. Terutama apabila penyakit ini di derita leh ibu hamil, karena bias mengganggu kesehatan.



DAFTAR PUSTAKA

1.    Arjatmo Tjokronegoro. (2002). Ilmu penyakit dalam. Jakarta: FKUI. Diakses pada 15 April 2020.
2.    Haryani, A. (2001). Diagnosis keperawatan. Yogyakarta: UGM. Diakses pada 15 April 2020.
3.    Syaifuddin. (2006). Anatomi fisiologi untuk mahasiswa keperawatan . Jakarta: EGC.Diakses pada 15 April 2020.
4.    Sylvia A Price. (2005). Patofisiologi. Jakarta: EGC. Diakses pada 15 April 2020.
5.    Wilkins, W. &. (2008). Memahami berbagai macam penyakit. Jakarta: Indeks. Diakses pada 15 April 2020.
6.    http://alrafa.biz/tag/typus-abdominalis-pada-ibu-hamil/. Diakses pada 16 April 2020





Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment