BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR
BELAKANG
Daerah
istimewa yogyakarta atau yang lebih dikenal dengan nama jogja,merupakan kota
yang terkenal dengan sejarah dan warisan budayanya.
Yogyakarta
merupakan
pusat kerajaan mataram,dan sampai saat ini masih ada keraton yang
masih berfungsi dalam arti sesungguhnya.jogja juga memiliki banyak candi yang
berusia ribuan tahun yang merupakan peninggalan kerajaan besar zaman
dahulu,salah satunya adalah candi borobudur yang dibangun pada abad ke 9
olehdinasti syailendra,sedangkan arsitek dari candi tersebut adalah gunadharma.
Pegunungan,pantai-pantai,hamparan
sawah yang hijau dan udara yang sejuk menghiasi keindahan kota jogja.masyarakat
jogja hidup dengan damai dan mempunyai keramahan yang khaas.coba kita
berkeliling desa,kita pasti akan mendapat senyuman dansapaan yang hangat dari
para penduduk sekitar.
Suasana
seni yang begitu terasa di jogja.malioboro yang merupakan urat nadi jogja
dibanjiri barang-barang kerajinana dari segenap penjuru.para pengayuh becakpun
siap mengantarkan kita mengelilingi tempat-tempat pariwisata.
Tak
ayal bila kota jogja sangat terkenal dan merupakan salah satu tujuan utama para
wisatawan mancanegara,untuk berlibur dan mengabiskan sisa waktu istirahatnya di
jogja.
1.2
RUMUSAN
MASALAH
1.
Bagaimana
sejarah kota jogjakarta?
2.
Mengapa
Jogjakarta sangat terkenal dimata regional maupun internasional?
3.
Apa
yang mempengaruhi kota jogjakarta sebagai salah satu icon indonesia?
4.
Dimana
saja tempat-tempat pariwisata yang sering dikunjungi para wisatawan?
5.
Kenapa
kota Jogjakarta dikatakan sebagai kota pariwisata?
6.
Mengapa
jogjakarta disebut juga sebagai kota pendidikan?
7.
Kapan
Borobudur diresmikan sebagai keajaiban dunia?
8.
Apa
saja kekuatan alam yang berada di Jogjakarta?
9.
Mengapa
kota jogjakarta tetap mempertahankan nilai-nilai kebudayaannya?
10. Mengapa di kota jogjakarta terdapat
banyak candi?
11. Usaha apa saja yang dilakukan untk
tetap mempertahankan kota jogjakarta?
12. Bagaimana cara untuk menjaga
kota wisata ini agar tetap utuh?
1.3
Pembatasan
Masalah
Masalah-masalah
yang dibahas di karya tulis ini adalah tentang bagaimana cara menjaga keutuhan
serta keaslian semua tempat pariwisata yang ada di jogja.dan tentang
pengelolaan tempat-tempat wisata ditinjau dari sumber daya manusia dan sumber
daya alam yang ada.
1.4
Tujuan
Kunjungan
Tujuannya
adalah untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan yang tidak diajarkan di
sekolah,mengetahui tempat-tempat wisata yang ada di jogja, dan dapat mengetahui
seluk beluk tempat-tempat wisata yang ada di jogja.
1.5
Manfaat
Kunjungan
Manfaat
dari kunjungan ke jogja sangat banyak antara lain :
- Menambah ilmu pengetahuan, wawasan yang umum dan luas.
- Mengenal tempat-tempat wisata di jogja yang indah dan dipelihara di Indonesia.
- Mengetahui asal usul dari tempat-tempat wisata di jogja.
- Mempererat keakraban dengan teman satu sekolah.
- Kebersamaan yang sangat erat dan kerjasama antar kelompok.
Dengan
demikian diselenggarakannya kunjungan ke jogja sangat bermanfaat.
BAB II
CANDI PRAMBANAN
2.1
Letak Candi Prambanan
Setelah
puas dengan pemendangan di Candi Borobudur, kami melanjutkan perjalanan ke
Candi Prambanan. Kami tinggal balik lagi ke Kota Yogjakarta. Dari Yogyakarta,
lurus saja ke arah timur (arah ke kota Solo). Candi Prambanan itu terletak di
sebelah kiri jalan Yogya-Solo, tepat di perbatasan antara Daerah Istimewa
Yogyakarta dengan Provinsi Jawa Tengah. Candi Prambanan terletak di Desa
Bokoharjo, Kecamatan Prambanan, kabupaten Sleman, Provinsi daerah Istimewa
Yogyakarta.
2.2
Pendiri
Candi Prambanan
Pada
abad ke 9 Kerajaan Mataram Hindu diperintah oleh seorang rajayang bernama rakai
Pikatan yang berasal dari Dinasti Sanjaya. Beliau mempunyai seorang permaisuri
yang bernama Pramodawardani. Pramodawardani adalah putri dari amaratungga,
pendiri Candi Borobudur dari Dinast Syailendra. Pada masa pemerintahannya, Raja
Rakai Pikatan mendirikan sebuah bangunan Candi Hindu yang megah dan indah.
Candi tersebut adalah Candi Prambanan. Candi tersebut dibangun sebagai ungkapan
rasa syukur kepada dewa Syiwa.
Sampai
pada akhir pemerintahanrakai Pikatan, penbangunan Candi Prambanan belum
selesai. Selanjutnya, pembangunan candi tersebut dilanjutkan dan diselesaikan
oleh raja berikutnya yaitu Rakai Belitung.
2.3
Kompleks
Candi Prambanan
Kompleks
candi prambanan terdiri atas tiga halaman. Halaman-halaman itu sebagai berikut.
1.
Halaman Pertama
Halaman pertama luasnya 110 x 110
meter. Di halaman pertama tersebut terdapat beberapa candi yaitu Cndi Siwa,
Candi Brahma, Candi Wisnu, Candi Nandi, Candi Garuda, Candi Hangsa, Candi Apit,
Candi Kelir, dan Candi Patok (Sudut). Candi induk pada halaman pertama adalah
Candi Siwa yang menghadap ke arah timur.
1)
Candi Siwa
Candi terbesar di halaman pertama
merupakan candi utama. Dalam candi tersebut terdapat arca Dewa Siwa Mahadewa.
Selaiin Arca Siwa Mahadewa dalam Candi Siwa terdapat juga Arca Agastya, Ganesa,
dan Durga Mahisasuramardini.
Pada dinding Candi Siwa terdapat
Relief cerita Ramayana. Cerita dimulai dari Raden Rama memenangkan sayembara
dan menerima hadiah Dewi Sinta sampai pembuatan bendungan oleh para prajurit
kera menuju negeri Alengka. Untuk mengetahui jalan cerita Ramayana tersebut
pengunjung harus berjalan searah jarum jam. Cara membaca relief seperti itu
disebut pradaksian.
Di depan Candi Siwa terdapat Candi Nandi yang di dalamnya terdapat Arca Lembu Nandi yang merupakan kendaraan Dewa siwa.
Di depan Candi Siwa terdapat Candi Nandi yang di dalamnya terdapat Arca Lembu Nandi yang merupakan kendaraan Dewa siwa.
2)
Candi Brahma
Candi Brahma terletak di sebelah
selatan Candi Siwa. Di dalam candi tersebut terdapat Arca Dewa.Brahma. pada
dinding Candi Brahma juba terdapat relief Ramayana yang merupakan kelanjutan
relief Ramayana yang terdapat di Candi Siwa. Di depan Candi Brahma terdapat
Candi Hangsa yang di dalamnya terdapat Arca Hangsa yang merupakan kendaraan
Dewa Brahma.
3)
Candi Wisnu
Candi Wisnu terletak di sebelah
utaraCandi Siwa. Di dalam Candi Wisnu tersebut terdapat Acra Wisnu. Pada
dinding Candi Wisnu terdapat relief cerita Kresnayana yang menceritakan tentang
riwayat Kresna. Di depan Candi Wianu terdapat Candi Garuda yang di dalamnya
terdapat Arca Burung Garuda Suparna yang merupakan kendaraan Dea Wisnu.
4)
Candi Apit
Candi Apit terdapat di sebelah utara
dan selatan Candi Siwa. Candi Apit merupakan pendamping Candi Brahma, Candi
Siwa, dan Candi Wisnu.
5)
Candi Kelir dan Candi Sudut (Patok)
Di halaman pertama juga terdapat
beberapa candi yang dinamakan Candi Kelir dan Candi Sudut (Patok).
2.
Halaman Kedua/Tengah
Halaman kedua/tengah kompleks Candi
Prambanan ini seluas 222 x 222 meter. Di halaman kedua kompleks Candi Prambanan
terdapat 224 candi kecil yang disusun menjadi empat deret. Candi-candi tersebut
disebut Candi Perwara. Deret pertama terdiri dari 68 Candi Perwara. Deret kedua
terdiri dari 60 Candi Perwara. Deret ketiga terdiri dari 44 Candi Perwara.
Candi-candi Perwara tersebut mengelilingi candi utama pada halaman utama.
3.
Halaman Ketiga/Luar
Di halaman luar kmpleks Candi
Prambanan sampai saat ini belum ditemukan peninggalan-peninggalan candi.
Halaman ini merupakan halaman terluar dari kompleks Candi Prambanan. Di halaman
luar bagian barat terdapat Panggung Terbuka Ramayana. Pada waktu-waktu tertentu
di Panggung Terbuka Ramayana dipentaskan Sendratari Ramayana yang mengisahkan
tentang cerita Ramayana.
Candi Prambanan ditemukan pertama
kali pada tahun 1733 oleh seorang berkebangsaan Belanda, C>A> Lons. Pada
waktu itu keadaan Candi Prambanan tertimbun tanah dan ditumbuhi oleh berbagai
macam tanaman.
Seperti halnya Candi Borobudur, Candi Prambanan juga mengalami beberapa kali pemugaran. Pada tahun 1902 Van Erp mengadakan pemugaran pada Candi Prambanan. Pada tanggal 20 Desember 1953 pemugaran Candi Siwa dinyatakan selesai seluruhnya dan diresmika oleh Presiden Soekarno. Selanjutnya, pemugaran tahap ketiga selesai pada tanggal 20 Februari 1993. peresmian selesainya pemugaran dilakukan oleh Presiden Soeharto.
Seperti halnya Candi Borobudur, Candi Prambanan juga mengalami beberapa kali pemugaran. Pada tahun 1902 Van Erp mengadakan pemugaran pada Candi Prambanan. Pada tanggal 20 Desember 1953 pemugaran Candi Siwa dinyatakan selesai seluruhnya dan diresmika oleh Presiden Soekarno. Selanjutnya, pemugaran tahap ketiga selesai pada tanggal 20 Februari 1993. peresmian selesainya pemugaran dilakukan oleh Presiden Soeharto.
BAB III
TAMAN PINTAR
3.1
Sejarah
Sejak
terjadinya ledakan perkembangan sains sekitar tahun 90-an, terutama Teknologi
Informasi, pada gilirannya telah menghantarkan peradaban manusia menuju era
tanpa batas. Perkembangan sains ini adalah sesuatu yang patut disyukuri dan
tentunya menjanjikan kemudahan-kemudahan bagi perbaikan kualitas hidup manusia.
Menghadapi
realitas perkembangan dunia semacam itu, dan wujud kepedulian terhadap
pendidikan, maka Pemerintah Kota Yogyakarta menggagas sebuah ide untuk
Pembangunan “Taman Pintar”.
Disebut
“Taman Pintar”, karena di kawasan ini nantinya para siswa, mulai pra sekolah
sampai sekolah menengah bisa dengan leluasa memperdalam pemahaman soal
materi-materi pelajaran yang telah diterima di sekolah dan sekaligus
berekreasi.
Dengan
Target Pembangunan Taman Pintar adalah memperkenalkan science kepada siswa
mulai dari dini, harapan lebih luas kreatifitas anak didik terus diasah,
sehingga bangsa Indonesia tidak hanya menjadi sasaran eksploitasi pasar
teknologi belaka, tetapi juga berusaha untuk dapat menciptakan teknologi
sendiri.
Bangunan Taman Pintar ini dibangun di eks kawasan Shopping Center, dengan pertimbangan tetap adanya keterkaitan yang erat antara Taman Pintar dengan fungsi dan kegiatan bangunan yang ada di sekitarnya, seperti Taman Budaya, Benteng Vredeburg, Societiet Militer dan Gedung Agung.
Bangunan Taman Pintar ini dibangun di eks kawasan Shopping Center, dengan pertimbangan tetap adanya keterkaitan yang erat antara Taman Pintar dengan fungsi dan kegiatan bangunan yang ada di sekitarnya, seperti Taman Budaya, Benteng Vredeburg, Societiet Militer dan Gedung Agung.
Relokasi
area mulai dilakukan pada tahun 2004, dilanjutkan dengan tahapan pembangunan
Tahap I adalah Playground dan Gedung PAUD Barat serta PAUD Timur, yang
diresmikan dalam Soft Opening I tanggal 20 Mei 2006 oleh Mendiknas,
Bambang Soedibyo.
Pembangunan
Tahap II adalah Gedung Oval lantai I dan II serta Gedung Kotak lantai I, yang
diresmikan dalam Soft Opening II tanggal 9 Juni 2007 oleh Mendiknas, Bambang
Soedibyo, bersama Menristek, Kusmayanto Kadiman, serta dihadiri oleh Gubernur
DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X.
Pembangunan
Tahap III adalah Gedung Kotak lantai II dan III, Tapak Presiden dan Gedung
Memorabilia.
Dengan
selesainya tahapan pembangunan, Grand Opening Taman Pintar dilaksanakan pada
tanggal 16 Desember 2008 yang diresmikan oleh Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono.
3.2
Latar
Belakang Taman Pintar
Sejak
terdirinya ledakan perkembangan sais, sekitar tahun 90-an, terutama teknologi
informasi pada giliranya telah menghantarkan peradaban manusia menuju area
tanpa batas Perkembangan Sains ini adalah sesuatu yang patut disyukuri dan
tentunya menjanjikan kemudahan-kemudahan bagi bagi perbaikan kualitas hidup
manusia.
Menghadapi
realitas perkembangan dunia semacam itu dan wujud kepedulian terhadap
pendidikan, maka pemerintah kota Yogyakarta menggas sebuah ide untuk pembangunan
“Taman Pintar” Dengan target pembangunan taman pintar adalah memperkenalkan
Science kepada siswa dari dini, harapan lebih luas, kreatifitas anak didik
terus diasah, sehingga bangsa Indonesia tidak hanya menjadi sasaran ekspoliasi
pasar teknologi sendiri. Bangunan taman pintar ini dibangun adanya keterkaitan
yang erat anatara taman pintar dengan fungsi dan kegiatan bangunan
disekitarnya, seperti taman budaya dan Benteng Vrebuderg Sudibyo.
Pembangunan
tahap II adalah gedung oval lantai I dan II. Serta gedung kotak lantai I
diresmikan dalam Soft Opening II tanggal 9 Juni 2007 oleh Mendiknas Bambang
Sudibyodan Menristek Kusmanto Kadiman serta dihadiri oleh Gubernur DIY, Sri
Sultan Hamengkubono X.
Pembangunan
tahap III adalah : gedung kotak lantai II dan III tampak Presiden dan gedang
memorabilia. Dengan selesainya tahapan pembangunan, grand opening taman pintar
dilaksanakan pada tanggal, 16 Desember 2008 yang diresmikan oleh Presiden RI,
Susilo Bambang Yudoyono.
(
Rabu, 26 Agustus 2009)
3.3
Logo
Taman pintar
Maknanya
:
Ø Kembang api adalah simbolisasi dari
intelegensi dalam imajinasi
Ø Dalam bahasa Jawa, kembang api
menggambarkan “MLETIK = Pintar = PADHANG MAK BYAR = Pintar”
Ø Kembang api merupakan sesuatu yang
menyenangkan, menghibur, sesuai dengan visi taman pintar sebagai wahana
ekspresi, apresiasi, dan kreasi sains dalam suasana yang menyenangkan.
Ø Gambar logo yang keluar mengandung
makna “OUT WARD LOOKING”, selalu melihat keluar untuk terus belajar mengikuti
dinamika perubahan diluar dirinya.
Ø Gambar logo tampak seperti matahari
mengandung makna menyinari sepanjang masa.
Ø Efek Perspektif adalah simbolisasi
sesuatu yang tinggi “cita – cita”, pengharapan bak taman pintar akan generasi
muda Indonesia, khususnya Yogyakarta dalam meraih cita-citanya
Ø Wahana gabungan HIJAU – BIRU
melambangkan pertumbuhan tak terbatas
Ø Maskof taman pintar adalah burung
hantu bernama tepi. Burung hantu adalah spesies burung yang banyak melakukan
aktifitas di malam hari. Dengan kepekaan yang dimilikinya. Ia mempelajari dalam
sekitarnya dengan merasakan semua kejadian alam yang ada di sekelilingnya.
3.4
Sejarah
Keratun didalam Taman Pintar
Sejarah
puripakualam tidak bisa dilepaskan dari sejarah panjang kerajaan mataran islam
yang didirikan oleh penembahan senopati (1575 – 1601) puropakualam menjadi
bagian integral entitas kekuasaan mataram islam yang terpecah dan terbagi dalam
dinamika sejarah.
3.5
Biografi
Kyai
Haji Ahmad Dahlan ketika masa kanak-kanak Ia dikenal sebagai seorang yang jujur
dan suka menolong dan di senangi dalam pergaulan. Disamping itu Ia juga
mempunyai kelebihan dan ketrampilan dalam membuat barang-barang mainan yang
tidak hanya dibuat untuk dirinya sendiri tetapi teman-teman dan
saudara-saudaranya.
3.6
Sejarah
Presiden RI
1.
Ir. Soekarno ( 1945 – 1966 )
Lahir : Blitar,
Jatim, 06 Juni 1901
Putra
: Raden Soekemi Sosrodiharjo
Wafat : Jakarta,
21 Juni 1970
2.
H.M Soeharto ( 1996 – 1998 )
Lahir
: Yogyakart,
08 Juli 1921
Putra
: Kertosudiro
Wafat : Jakarta,
27 januari 2008
3.
Beharudin Yusuf Habibie ( 1998 –
1999 )
Lahir
: Pare
– pare, 25 Juni 1936
Putra
: Alwi
Abdul Jalil Habibie
4.
Abdulrahman
Wahid (1999 – 2001 )
Lahir
: Jombang,
4 Agustus 1940
Putra
: Wahid
Hasyim
Wafat : Jakarta,
30 Desember 2009
5.
Dr (Hc) Hj. Megawati Soekarno Putri
( 2001 – 2004 )
Lahir
: Yogyakarta, 23 Januari 1947
Nama
Lengkap : Dyah Pertama Megawati Setyawati
Soekarno Putri
Putra
: Ir.
Soekarno
6.
Dr.H.
Susilo Bambang Yudoyono ( 2004 – ….. )
Lahir
: Pacitan,
9 September 1949
Putra
: S.
Soekotjo
3.7
System
Pembangkit Listrik
PLTP
adalah Pembangkit Listrik Tenaga Bumi. Listrik dibangkitkan dari sebuah
generator yang digerakan oleh uap panas yang berasal dari perut bumi.
Berikut
tokoh-tokoh penemu listrik :
1.
Penemu Listrik
(1752)
: Benjamin Franklin
2.
Penemu Listrik
(1791)
: Luigi Guluani
3.
Penemu Listrik
(1800)
: Alessandro Vosta
4.
Penemu Listrik
(1820)
: Hans Cristian Orste
5.
Penemu Listrik
(1876)
: Alexander Graham Bell
6.
Penemu Listrik
(1880)
: Thomas Alfa Edison
7.
Penemu Listrik
(1911)
: George Cristian Orstens
BAB IV
MALIOBORO
Malioboro
adalah nama salah satu jalan dari tiga jalan di Kota Yogyakarta yang membentang
dari Tugu Yogyakarta hingga ke perempatan Kantor Pos Yogyakarta. Secara
keseluruhan terdiri dari Jalan Pangeran Mangkubumi, Jalan Malioboro dan Jalan
Jend. A. Yani. Jalan ini merupakan poros Garis Imajiner Kraton Yogyakarta.
Terdapat beberapa obyek bersejarah di kawasan tiga jalan ini antara lain Tugu
Yogyakarta, Stasiun Tugu, Gedung Agung, Pasar Beringharjo, Benteng Vredeburg
dan Monumen Serangan Oemoem 1 Maret.
Kawasan
Malioboro sebagai salah satu kawasan wisata belanja andalan kota Jogja, ini
didukung oleh adanya pertokoan, rumah makan, pusat perbelanjaan, dan tak
ketinggalan para pedagang kaki limanya. Untuk pertokoan, pusat perbelanjaan dan
rumah makan yang ada sebenarnya sama seperti pusat bisnis dan belanja di
kota-kota besar lainnya, yang disemarakan dengan nama-merk besar dan ada juga
nama-nama lokal. Barang yang diperdagangkan dari barang import maupun lokal,
dari kebutuhan sehari-hari sampai dengan barang elektronika, mebel dan lain
sebagainya. Juga menyediakan aneka kerajinan, misal batik, wayang, ayaman, tas
dan lain sebagainya. Terdapat pula tempat penukaran mata uang asing, bank,
hotel bintang lima hingga tipe melati.
Keramaian
dan semaraknya Malioboro juga tidak terlepas dari banyaknya pedagang kaki lima
yang berjajar sepanjang jalan Malioboro menjajakan dagangannya, hampir semuanya
yang ditawarkan adalah barang/benda khas Jogja sebagai souvenir/oleh-oleh bagi
para wisatawan. Mereka berdagang kerajinan rakyat khas Jogjakarta, antara lain
kerajinan ayaman rotan, kulit, batik, perak, bambu dan lainnya, dalam bentuk
pakaian batik, tas kulit, sepatu kulit, hiasan rotan, wayang kulit, gantungan
kunci bambu, sendok/garpu perak, blangkon batik [semacan topi khas Jogja/Jawa],
kaos dengan berbagai model/tulisan dan masih banyak yang lainnya. Para pedagang
kaki lima ini ada yang menggelar dagangannya diatas meja, gerobak adapula yang
hanya menggelar plastik di lantai. Sehingga saat pengunjung Malioboro cukup
ramai saja antar pengunjung akan saling berdesakan karena sempitnya jalan bagi
para pejalan kaki karena cukup padat dan banyaknya pedagang di sisi kanan dan
kiri.
Dan
ini juga perlu di waspadai atau mendapat perhatian khusus karena kawasan
Malioboro menjadi rawan akan tindak kejahatan, ini terbukti dengan tidak
sedikitnya laporan ke pihak kepolisian terdekat soal pencopetan atau
penodongan, dan tidak jarang pula wisatan asing juga menjadi korban kejahatan
dan ini sangat memalukan sebenarnya
BAB V
KERATON YOGYAKARTA
Keraton
Ngayogyakarta Hadiningrat atau Keraton Yogyakarta merupakan istana resmi Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang kini berlokasi di Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Walaupun kesultanan tersebut
secara resmi telah menjadi bagian Republik Indonesia pada tahun 1950, kompleks bangunan keraton ini masih berfungsi sebagai
tempat tinggal sultan dan rumah tangga istananya yang
masih menjalankan tradisi kesultanan hingga saat ini. Keraton ini kini juga
merupakan salah satu objek wisata di Kota Yogyakarta. Sebagian kompleks keraton
merupakan museum yang menyimpan berbagai koleksi
milik kesultanan, termasuk berbagai pemberian dari raja-raja Eropa, replika
pusaka keraton, dan gamelan. Dari segi bangunannya, keraton ini
merupakan salah satu contoh arsitektur istana Jawa yang terbaik, memiliki
balairung-balairung mewah dan lapangan serta paviliun yang luas.
Keraton
Yogyakarta mulai didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I beberapa bulan pasca Perjanjian Giyanti di tahun 1755. Lokasi keraton ini konon adalah
bekas sebuah pesanggarahan yang bernama Garjitawati. Pesanggrahan ini
digunakan untuk istirahat iring-iringan jenazah raja-raja Mataram (Kartasura
dan Surakarta) yang akan dimakamkan di Imogiri. Versi lain menyebutkan lokasi
keraton merupakan sebuah mata air, Umbul Pacethokan, yang ada di tengah
hutan Beringan. Sebelum menempati Keraton Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono I
berdiam di Pesanggrahan Ambar Ketawang yang sekarang termasuk wilayah
Kecamatan Gamping Kabupaten sleman.
Secara
fisik istana para Sultan Yogyakarta memiliki tujuh kompleks inti yaitu Siti
Hinggil Ler (Balairung Utara), Kamandhungan Ler (Kamandhungan Utara), Sri
Manganti, Kedhaton, Kamagangan, Kamandhungan Kidul (Kamandhungan Selatan), dan
Siti Hinggil Kidul (Balairung Selatan). Selain itu Keraton Yogyakarta memiliki
berbagai warisan budaya baik yang berbentuk upacara maupun benda-benda kuno dan
bersejarah. Di sisi lain, Keraton Yogyakarta juga merupakan suatu lembaga adat
lengkap dengan pemangku adatnya. Oleh karenanya tidaklah mengherankan jika
nilai-nilai filosofi begitu pula mitologi menyelubungi Keraton Yogyakarta.
5.1
Tata
Ruang Dan Arsitektur Umum
Arsitek
kepala istana ini adalah Sultan Hamengkubuwana I, pendiri Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Keahliannya dalam bidang arsitektur dihargai oleh ilmuwan berkebangsaan
Belanda – Dr. Pigeund dan Dr. Adam yang menganggapnya
sebagai “arsitek dari saudara Pakubuwono II Surakarta. Bangunan pokok dan desain dasar
tata ruang dari keraton berikut desain dasar landscape kota tua Yogyakarta
diselesaikan antara tahun 1755-1756. Bangunan lain di tambahkan kemudian oleh
para Sultan Yogyakarta berikutnya. Bentuk istana yang tampak sekarang ini
sebagian besar merupakan hasil pemugaran dan restorasi yang dilakukan oleh Sultan Hamengku Buwono VIII (bertahta tahun 1921-1939).
- Tata Ruang
Dahulu
bagian utama istana, dari utara keselatan, dimulai dari Gapura Gladhag di utara
sampai di Plengkung Nirboyo di selatan. Bagian-bagian utama keraton Yogyakarta
dari utara ke selatan adalah: Gapura Gladag-Pangurakan; Kompleks Alun-alun Ler
(Lapangan Utara) dan Mesjid Gedhe (Masjid Raya Kerajaan); Kompleks Pagelaran,
Kompleks Siti Hinggil Ler, Kompleks Kamandhungan Ler; Kompleks Sri Manganti;
Kompleks Kedhaton; Kompleks Kamagangan; Kompleks Kamandhungan Kidul; Kompleks
Siti Hinggil Kidul (sekarang disebut Sasana Hinggil); serta Alun-alun Kidul
(Lapangan Selatan) dan Plengkung Nirbaya yang biasa disebut Plengkung Gadhing.
Bagian-bagian
sebelah utara Kedhaton dengan sebelah selatannya boleh dikatakan simetris.
Sebagian besar bagunan di utara Kompleks Kedhaton menghadap arah utara dan di
sebelah selatan Kompleks Kedhaton menghadap ke selatan. Di daerah Kedhaton
sendiri bangunan kebanyakan menghadap timur atau barat. Namun demikian ada
bangunan yang menghadap ke arah yang lain.
Selain
bagian-bagian utama yang berporos utara-selatan keraton juga memiliki bagian
yang lain. Bagian tersebut antara lain adalah Kompleks Pracimosono, Kompleks
Roto Wijayan, Kompleks Keraton Kilen, Kompleks Taman Sari, dan Kompleks Istana
Putra Mahkota (mula-mula Sawojajar kemudian di nDalem Mangkubumen). Di
sekeliling Keraton dan di dalamnya terdapat sistem pertahanan yang terdiri dari
tembok/dinding Cepuri dan Baluwerti. Di luar dinding tersebut ada beberapa
bangunan yang terkait dengan keraton antara lain Tugu Pal Putih, Gedhong
Krapyak, nDalem Kepatihan (Istana Perdana Menteri), dan Pasar Beringharjo.
- Arsitektur Umum
Secara
umum tiap kompleks utama terdiri dari halaman yang ditutupi dengan pasir dari
pantai selatan, bangunan utama serta pendamping, dan kadang ditanami pohon
tertentu. Kompleks satu dengan yang lain dipisahkan oleh tembok yang cukup
tinggi dan dihubungkan dengan Regol yang biasanya bergaya Semar Tinandu
. Daun pintu terbuat dari kayu jati yang tebal. Di belakang atau di muka setiap
gerbang biasanya terdapat dinding penyekat yang disebut Renteng atau Baturono.
Pada regol tertentu penyekat ini terdapat ornamen yang khas.
Bangunan-bangunan
Keraton Yogyakarta lebih terlihat bergaya arsitektur Jawa tradisional. Di
beberapa bagian tertentu terlihat sentuhan dari budaya asing seperti Portugis, Belanda, bahkan Cina. Bangunan di tiap kompleks biasanya berbentuk/berkonstruksi
Joglo atau derivasi/turunan konstruksinya. Joglo terbuka tanpa dinding disebut
dengan Bangsal sedangkan joglo tertutup dinding dinamakan Gedhong (gedung). Selain
itu ada bangunan yang berupa kanopi beratap bambu dan bertiang bambu yang
disebut Tratag. Pada perkembangannya bangunan ini beratap seng dan bertiang
besi.
Permukaan
atap joglo berupa trapesium. Bahannya terbuat dari sirap, genting tanah, maupun
seng dan biasanya berwarna merah atau kelabu. Atap tersebut ditopang oleh tiang
utama yang di sebut dengan Soko Guru yang berada di tengah bangunan,
serta tiang-tiang lainnya. Tiang-tiang bangunan biasanya berwarna hijau gelap
atau hitam dengan ornamen berwarna kuning, hijau muda, merah, dan emas maupun
yang lain. Untuk bagian bangunan lainnya yang terbuat dari kayu memiliki warna
senada dengan warna pada tiang. Pada bangunan tertentu (misal Manguntur
Tangkil) memiliki ornamen Putri Mirong, stilasi dari kaligrafi Allah, Muhammad, dan Alif Lam Mim Ra, di
tengah tiangnya.
Untuk
batu alas tiang, Ompak, berwarna hitam dipadu dengan ornamen berwarna
emas. Warna putih mendominasi dinding bangunan maupun dinding pemisah kompleks.
Lantai biasanya terbuat dari batu pualam putih atau dari ubin bermotif. Lantai
dibuat lebih tinggi dari halaman berpasir. Pada bangunan tertentu memiliki
lantai utama yang lebih tinggi. Pada bangunan tertentu dilengkapi dengan batu
persegi yang disebut Selo Gilang tempat menempatkan singgasana Sultan.
Tiap-tiap
bangunan memiliki kelas tergantung pada fungsinya termasuk kedekatannya dengan
jabatan penggunanya. Kelas utama misalnya, bangunan yang dipergunakan oleh
Sultan dalam kapasitas jabatannya, memiliki detail ornamen yang lebih rumit dan
indah dibandingkan dengan kelas dibawahnya. Semakin rendah kelas bangunan maka
ornamen semakin sederhana bahkan tidak memiliki ornamen sama sekali. Selain
ornamen, kelas bangunan juga dapat dilihat dari bahan serta bentuk bagian atau
keseluruhan dari bangunan itu sendiri.
5.2
Kompleks
depan
- Gladhag-Pangurakan
Gerbang
utama untuk masuk ke dalam kompleks Keraton Yogyakarta dari arah utara adalah
Gapura Gladhag dan Gapura Pangurakan yang terletak persis beberapa meter di
sebelah selatannya. Kedua gerbang ini tampak seperti pertahanan yang berlapis.
Pada zamannya konon Pangurakan merupakan tempat penyerahan suatu daftar jaga
atau tempat pengusiran dari kota bagi mereka yang mendapat hukuman
pengasingan/pembuangan.
Versi
lain mengatakan ada tiga gerbang yaitu Gapura Gladhag, Gapura Pangurakan nJawi,
dan Gapura Pangurakan Lebet. Gapura Gladhag dahulu terdapat di ujung utara
Jalan Trikora (Kantor Pos Besar Yogyakarta dan Bank BNI 46) namun sekarang ini
sudah tidak ada. Di sebelah selatannya adalah Gapura Pangurakan nJawi yang
sekarang masih berdiri dan menjadi gerbang pertama jika masuk Keraton dari
utara.
Di
selatan Gapura Pangurakan nJawi terdapat Plataran/lapangan Pangurakan yang
sekarang sudah menjadi bagian dari Jalan Trikora. Batas sebelah selatannya
adalah Gapura Pangurakan Lebet yang juga masih berdiri. Selepas dari Gapura
Pangurakan terdapat Kompleks Alun-alun Lor.
- Alun-alun Lor
Alun-alun
Lor adalah sebuah lapangan berumput di bagian utara Keraton Yogyakarta. Dahulu
tanah lapang yang berbentuk persegi ini dikelilingi oleh dinding pagar yang
cukup tinggi. Sekarang dinding ini tidak terlihat lagi kecuali di sisi timur
bagian selatan. Saat ini alun-alun dipersempit dan hanya bagian tengahnya saja
yang tampak. Di bagian pinggir sudah dibuat jalan beraspal yang dibuka untuk
umum.
Di
pinggir Alun-alun ditanami deretan pohon Beringin (Ficus benjamina;
famili Moraceae) dan ditengah-tengahnya terdapat sepasang pohon beringin
yang diberi pagar yang disebut dengan Waringin Sengkeran/Ringin Kurung
(beringin yang dipagari). Kedua pohon ini diberi nama Kyai Dewadaru dan Kyai
Janadaru. Pada zamannya selain Sultan hanyalah Pepatih Dalem yang boleh
melewati/berjalan di antara kedua pohon beringin yang dipagari ini. Tempat ini
pula yang dijadikan arena rakyat duduk untuk melakukan “Tapa Pepe”saat
Pisowanan Ageng sebagai bentuk keberatan atas kebijakan pemerintah. Pegawai
/abdi-Dalem Kori akan menemui mereka untuk mendengarkan segala keluh kesah
kemudian disampaikan kepada Sultan yang sedang duduk di Siti Hinggil.
Di
sela-sela pohon beringin di pinggir sisi utara, timur, dan barat terdapat
pendopo kecil yang disebut dengan Pekapalan, tempat transit dan menginap para
Bupati dari daerah Mancanegara Kesultanan. Bangunan ini sekarang sudah banyak
yang berubah fungsi dan sebagian sudah lenyap. Dahulu dibagian selatan terdapat
bangunan yang sekarang menjadi kompleks yang terpisah, Pagelaran.
Pada
zaman dahulu Alun-alun Lor digunakan sebagai tempat penyelenggaraan acara dan
upacara kerajaan yang melibatkan rakyat banyak. Di antaranya adalah upacara
garebeg serta sekaten, acara watangan serta rampogan macan, pisowanan ageng,
dan sebagainya. Sekarang tempat ini sering digunakan untuk berbagai acara yang
juga melibatkan masyarakat seperti konser-konser musik, kampanye, rapat akbar,
tempat penyelenggaraan ibadah hari raya Islam sampai juga digunakan untuk sepak
bola warga sekitar dan tempat parkir kendaraan.
- Mesjid Gedhe Kasultana
Kompleks
Mesjid Gedhe Kasultanan (Masjid Raya Kesultanan) atau Masjid Besar Yogyakarta
terletak di sebelah barat kompleks Alun-alun utara. Kompleks yang juga disebut
dengan Mesjid Gedhe Kauman dikelilingi oleh suatu dinding yang tinggi.
Pintu utama kompleks terdapat di sisi timur. Arsitektur bangunan induk
berbentuk tajug persegi tertutup dengan atap bertumpang tiga. Untuk
masuk ke dalam terdapat pintu utama di sisi timur dan utara. Di sisi dalam
bagian barat terdapat mimbar bertingkat tiga yang terbuat dari kayu, mihrab
(tempat imam memimpin ibadah), dan sebuah bangunan mirip sangkar yang disebut maksura.
Pada
zamannya (untuk alasan keamanan) di tempat ini Sultan melakukan ibadah. Serambi
masjid berbentuk joglo persegi panjang terbuka. Lantai masjid induk dibuat
lebih tinggi dari serambi masjid dan lantai serambi sendiri lebih tinggi
dibandingkan dengan halaman masjid. Di sisi utara-timur-selatan serambi
terdapat kolam kecil. Pada zaman dahulu kolam ini untuk mencuci kaki orang yang
hendak masuk masjid.
Di
depan masjid terdapat sebuah halaman yang ditanami pohon tertentu. Di sebelah
utara dan selatan halaman (timur laut dan tenggara bangunan masjid raya)
terdapat sebuah bangunan yang agak tinggi yang dinamakan Pagongan. Pagongan di
timur laut masjid disebut dengan Pagongan Ler (Pagongan Utara) dan yang berada
di tenggara disebut dengan Pagongan Kidul (Pagongan Selatan). Saat upacara
Sekaten, Pagongan Lor digunakan untuk menempatkan gamelan sekati Kangjeng
Kyai (KK) Naga Wilaga dan Pagongan Kidul untuk gamelan sekati KK Guntur
Madu. Di barat daya Pagongan Kidul terdapat pintu untuk masuk kompleks
masjid raya yang digunakan dalam upacara Jejak Botol. pada upacara
Sekaten di tahun Dal. Selain itu terdapat Pengulon, tempat tinggal resmi Kangjeng
Kyai Pengulu di sebelah utara masjid dan pemakaman tua di sebelah barat
masjid.
5.3
Kompleks
inti
- Kompleks Pagelaran
Bangunan
utama adalah Bangsal Pagelaran yang dahulu dikenal dengan nama Tratag
Rambat. Pada zamannya Pagelaran merupakan tempat para punggawa kesultanan
menghadap Sultan pada upacara resmi. Sekarang sering digunakan untuk even-even
pariwisata, religi, dan lain-lain disamping untuk upacara adat keraton.
Sepasang Bangsal Pemandengan terletak di sisi jauh sebelah timur dan
barat Pagelaran. Dahulu tempat ini digunakan oleh Sultan untuk menyaksikan
latihan perang di Alun-alun Lor.
Sepasang
Bangsal Pasewakan/Pengapit terletak tepat di sisi luar sayap timur dan
barat Pagelaran. Dahulu digunakan para panglima Kesultanan menerima perintah
dari Sultan atau menunggu giliran melapor kepada beliau kemudian juga digunakan
sebagai tempat jaga Bupati Anom Jaba. Sekarang digunakan untuk kepentingan
pariwisata (semacam diorama yang menggambarkan prosesi adat, prajurit keraton
dan lainnya). Bangsal Pengrawit yang terletak di dalam sayap timur
bagian selatan Tratag Pagelaran dahulu digunakan oleh Sultan untuk melantik
Pepatih Dalem. Saat ini di sisi selatan kompleks ini dihiasi dengan relief
perjuangan Sultan HB I
dan Sultan HB IX.
Kompleks Pagelaran ini pernah digunakan oleh Universitas Gadjah Mada sebelum memiliki kampus di Bulak Sumur.
- Siti Hinggil Ler
Di
selatan kompleks Pagelaran terdapat Kompleks Siti Hinggil. Kompleks Siti
Hinggil secara tradisi digunakan untuk menyelenggarakan upacara-upacara resmi
kerajaan. Di tempat ini pada 19 Desember 1949 digunakan peresmian Univ. Gadjah Mada. Kompleks ini dibuat
lebih tinggi dari tanah di sekitarnya dengan dua jenjang untuk naik berada di
sisi utara dan selatan. Di antara Pagelaran dan Siti Hinggil ditanami deretan
pohon Gayam (Inocarpus edulis/Inocarpus fagiferus; famili Papilionaceae).
Di
kanan dan kiri ujung bawah jenjang utara Siti Hinggil terdapat dua Bangsal
Pacikeran yang digunakan oleh abdi-Dalem Mertolulut dan Singonegoro
sampai sekitar tahun 1926. Pacikeran barasal dari kata ciker
yang berarti tangan yang putus. Bangunan Tarub Agung terletak tepat di
ujung atas jenjang utara. Bangunan ini berbentuk kanopi persegi dengan empat
tiang, tempat para pembesar transit menunggu rombongannya masuk ke bagian dalam
istana. Di timur laut dan barat laut Tarub Agung terdapat Bangsal Kori.
Di tempat ini dahulu bertugas abdi-Dalem Kori dan abdi-Dalem Jaksa
yang fungsinya untuk menyampaikan permohonan maupun pengaduan rakyat kepada
Sultan.
Bangsal
Manguntur Tangkil
terletak ditengah-tengah Siti Hinggil di bawah atau di dalam sebuah hall besar
terbuka yang disebut Tratag Sitihinggil. Bangunan ini adalah tempat
Sultan duduk di atas singgasananya pada saat acara-acara resmi kerajaan seperti
pelantikan Sultan dan Pisowanan Agung. Di bangsal ini pula pada 17 Desember 1949 Ir. Soekarno
dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia Serikat. Bangsal Witono berdiri di selatan Manguntur
Tangkil. Lantai utama bangsal yang lebih besar dari Manguntur Tangkil ini
dibuat lebih tinggi. Bangunan ini digunakan untuk meletakkan lambang-lambang
kerajaan atau pusaka kerajaan pada saat acara resmi kerajaan.
Bale
Bang yang terletak di sebelah timur
Tratag Siti Hinggil pada zaman dahulu digunakan untuk menyimpan perangkat
Gamelan Sekati, KK Guntur Madu dan KK Naga Wilaga. Bale
Angun-angun yang terletak di sebelah barat Tratag Siti Hinggil pada
zamannya merupakan tempat menyimpan tombak, KK Suro Angun-angun.
- Kamandhungan Lor
Di
selatan Siti Hinggil terdapat lorong yang membujur ke arah timur-barat. Dinding
selatan lorong merupakan dinding Cepuri dan terdapat sebuah gerbang besar, Regol
Brojonolo, sebagai penghubung Siti Hinggil dengan Kamandhungan. Di
sebelah timur dan barat sisi selatan gerbang terdapat pos penjagaan. Gerbang
ini hanya dibuka pada saat acara resmi kerajaan dan di hari-hari lain selalu
dalam keadaan tertutup. Untuk masuk ke kompleks Kamandhungan sekaligus kompleks
dalam Keraton sehari-hari melalui pintu Gapura Keben di sisi timur dan
barat kompleks ini yang masing-masing menjadi pintu masing-masing ke jalan Kemitbumen
dan Rotowijayan.
Kompleks
Kamandhungan Ler sering disebut Keben karena di halamannya ditanami
pohon Keben (Barringtonia asiatica; famili Lecythidaceae). Bangsal
Ponconiti yang berada ditengah-tengah halaman merupakan bangunan utama di
kompleks ini. Dahulu (kira-kira sampai 1812) bangsal ini digunakan untuk mengadili perkara dengan
ancaman hukuman mati dengan Sultan sendiri yang yang memimpin pengadilan. Versi
lain mengatakan digunakan untuk mengadili semua perkara yang berhubungan dengan
keluarga kerajaan. Kini bangsal ini digunakan dalam acara adat seperti garebeg
dan sekaten. Di selatan bangsal Ponconiti terdapat kanopi besar untuk
menurunkan para tamu dari kendaraan mereka yang dinamakan Bale Antiwahana.
Selain kedua bangunan tersebut terdapat beberapa bangunan lainnya di tempat
ini.
- Sri Manganti
Kompleks
Sri Manganti terletak di sebelah selatan kompleks Kamandhungan Ler dan
dihubungkan oleh Regol Sri Manganti. Pada dinding penyekat terdapat
hiasan Makara raksasa. Di sisi barat kompleks terdapat Bangsal Sri
Manganti yang pada zamannya digunakan sebagai tempat untuk menerima
tamu-tamu penting kerajaan. Sekarang di lokasi ini ditempatkan beberapa pusaka
keraton yang berupa alat musik gamelan. Selain itu juga difungsikan untuk
penyelenggaraan even pariwisata keraton.
Bangsal
Traju Mas yang
berada di sisi timur dahulu menjadi tempat para pejabat kerajaan saat
mendampingi Sultan dala menyambut tamu. Versi lain mengatakan kemungkinan
tempat ini menjadi balai pengadilan. Tempat ini digunakan untuk menempatkan
beberapa pusaka yang antara lain berupa tandu dan meja hias. Bangsal ini pernah
runtuh pada 27 Mei 2006 akibat gempa bumi yang mengguncang DIY dan Jawa Tengah.
Setelah proses restorasi yang memakan waktu yang lama akhirnya pada awal tahun
2010 bangunan ini telah berdiri lagi di tempatnya.
Di
sebelah timur bangsal ini terdapat dua pucuk meriam buatan Sultan HB II
yang mengapit sebuah prasasti berbahasa dan berhuruf Cina. Di sebelah timurnya
berdiri Gedhong Parentah Hageng Karaton, gedung Administrasi Tinggi
Istana. Selain itu di halaman ini terdapat bangsal Pecaosan Jaksa,
bangsal Pecaosan Prajurit, bangsal Pecaosan Dhalang dan bangunan
lainnya.
- Kedhaton
Di
sisi selatan kompleks Sri Manganti berdiri Regol Donopratopo yang
menghubungkan dengan kompleks Kedhaton. Di muka gerbang terdapat sepasang arca
raksasa Dwarapala yang dinamakan Cinkorobolo disebelah timur dan Bolobuto
di sebelah barat. Di sisi timur terdapat pos penjagaan. Pada dinding penyekat
sebelah selatan tergantung lambang kerajaan, Praja Cihna.
Kompleks
kedhaton merupakan inti dari Keraton seluruhnya. Halamannya kebanyakan
dirindangi oleh pohon Sawo kecik (Manilkara kauki; famili Sapotaceae).
Kompleks ini setidaknya dapat dibagi menjadi tiga bagian halaman (quarter).
Bagian pertama adalah Pelataran Kedhaton dan merupakan bagian Sultan. Bagian
selanjutnya adalah Keputren yang merupakan bagian istri (para istri) dan
para puteri Sultan. Bagian terakhir adalah Kesatriyan, merupakan bagian
putra-putra Sultan. Di kompleks ini tidak semua bangunan maupun bagiannya
terbuka untuk umum, terutama dari bangsal Kencono ke arah barat.
Di
bagian Pelataran Kedhaton, Bangsal Kencono (Golden Pavilion) yang
menghadap ke timur merupakan balairung utama istana. Di tempat ini dilaksanakan
berbagai upacara untuk keluarga kerajaan di samping untuk upacara kenegaraan.
Di keempat sisi bangunan ini terdapat Tratag Bangsal Kencana yang dahulu
digunakan untuk latihan menari. Di sebelah barat bangsal Kencana terdapat nDalem
Ageng Proboyakso yang menghadap ke selatan. Bangunan yang berdinding kayu
ini merupakan pusat dari Istana secara keseluruhan. Di dalamnya disemayamkan
Pusaka Kerajaan (Royal Heirlooms), Tahta Sultan, dan Lambang-lambang
Kerajaan (Regalia) lainnya.
Di
sebelah utara nDalem Ageng Proboyakso berdiri Gedhong Jene (The
Yellow House) sebuah bangunan tempat tinggal resmi (official residence)
Sultan yang bertahta. Bangunan yang didominasi warna kuning pada pintu dan
tiangnya dipergunakan sampai Sultan HB IX. Oleh Sultan HB X tempat yang menghadap arah timur
ini dijadikan sebagai kantor pribadi. Sedangkan Sultan sendiri bertempat
tinggal di Keraton Kilen. Di sebelah timur laut Gedhong Jene berdiri satu-satunya
bangunan bertingkat di dalam keraton, Gedhong Purworetno. Bangunan ini
didirikan oleh Sultan HB V
dan menjadi kantor resmi Sultan. Gedung ini menghadap ke arah bangsal Kencana
di sebelah selatannya.
Di
selatan bangsal Kencana berdiri Bangsal Manis menghadap ke arah timur.
Bangunan ini dipergunakan sebagai tempat perjamuan resmi kerajaan. Sekarang
tempat ini digunakan untuk membersihkan pusaka kerajaan pada bulan Suro.
Bangunan lain di bagian ini adalah Bangsal Kotak, Bangsal Mandalasana,
Gedhong Patehan[, Gedhong Danartapura, Gedhong
Siliran, Gedhong Sarangbaya, Gedhong Gangsa, dan lain
sebagainya. Di tempat ini pula sekarang berdiri bangunan baru, Gedhong Kaca
sebagai museum Sultan HB IX.
Keputren merupakan tempat tinggal Permaisuri dan Selir raja. Di tempat yang memiliki tempat khusus untuk beribada
pada zamannya tinggal para puteri raja yang belum menikah. Tempat ini merupakan
kawasan tertutup sejak pertama kali didirikan hingga sekarang. Kesatriyan
pada zamannya digunakan sebagai tempat tinggal para putera raja yang belum
menikah. Bangunan utamanya adalah Pendapa Kesatriyan, Gedhong
Pringgandani, dan Gedhong Srikaton. Bagian Kesatriyan ini sekarang
dipergunakan sebagai tempat penyelenggaraan even pariwisata. Di antara Plataran
Kedhaton dan Kesatriyan dahulu merupakan istal kuda yang dikendarai oleh
Sultan.
- Kamagangan
Di
sisi selatan kompleks Kedhaton terdapat Regol Kamagangan yang
menghubungkan kompleks Kedhaton dengan kompleks Kemagangan. Gerbang ini begitu
penting karena di dinding penyekat sebelah utara terdapat patung dua ekor ular
yang menggambarkan tahun berdirinya Keraton Yogyakarta. Di sisi selatannya pun
terdapat dua ekor ular di kanan dan kiri gerbang yang menggambarkan tahun yang
sama.
Dahulu
kompleks Kemagangan digunakan untuk penerimaan calon pegawai (abdi-Dalem
Magang), tempat berlatih dan ujian serta apel kesetiaan para abdi-Dalem
magang. Bangsal Magangan yang terletak di tengah halaman besar digunakan
sebagai tempat upacara Bedhol Songsong, pertunjukan wayang kulit yang
menandai selesainya seluruh prosesi ritual di Keraton. Bangunan Pawon Ageng
(dapur istana) Sekul Langgen berada di sisi timur dan Pawon Ageng
Gebulen berada di sisi barat. Kedua nama tersebut mengacu pada jenis
masakan nasi Langgi dan nasi Gebuli. Di sudut tenggara dan barat
daya terdapat Panti Pareden. Kedua tempat ini digunakan untuk membuat Pareden/Gunungan
pada saat menjelang Upacara Garebeg. Di sisi timur dan barat terdapat
gapura yang masing-masing merupakan pintu ke jalan Suryoputran dan jalan
Magangan.
Di
sisi selatan halaman besar terdapat sebuah jalan yang menghubungkan kompleks
Kamagangan dengan Regol Gadhung Mlati. Dahulu di bagian pertengahan
terdapat jembatan gantung yang melintasi kanal Taman sari yang
menghubungkan dua danau buatan di barat dan timur kompleks Taman Sari. Di
sebelah barat tempat ini terdapat dermaga kecil yang digunakan oleh Sultan
untuk berperahu melintasi kanal dan berkunjung ke Taman Sari.
- Kamandhungan Kidul
Di
ujung selatan jalan kecil di selatan kompleks Kamagangan terdapat sebuah
gerbang, Regol Gadhung Mlati, yang menghubungkan kompleks Kamagangan dengan
kompleks Kamandhungan Kidul/selatan. Dinding penyekat gerbang ini memiliki
ornamen yang sama dengan dinding penyekat gerbang Kamagangan. Di kompleks
Kamandhungan Kidul terdapat bangunan utama Bangsal Kamandhungan. Bangsal
ini konon berasal dari pendapa desa Pandak Karang Nangka di daerah Sokawati
yang pernah menjadi tempat Sri Sultan Hamengkubuwono I bermarkas saat perang tahta III. Di sisi selatan
Kamandhungan Kidul terdapat sebuah gerbang, Regol Kamandhungan, yang
menjadi pintu paling selatan dari kompleks cepuri. Di antara kompleks
Kamandhungan Kidul dan Siti Hinggil Kidul terdapat jalan yang disebut dengan Pamengkang.
- Siti Hinggil Kidul
Arti
dari Siti Hinggil yaitu tanah yang tinggi, siti : tanah dan hinggil : tinggi.
Siti Hinggil Kidul atau yang sekarang dikenal dengan Sasana Hinggil Dwi Abad
terletak di sebelah utara alun-alun Kidul. Luas kompleks Siti Hinggil Kidul
kurang lebih 500 meter persegi. Permukaan tanah pada bangunan ini ditinggikan
sekitar 150 cm dari permukaan tanah di sekitarnya.
Sisi
timur-utara-barat dari kompleks ini terdapat jalan kecil yang disebut dengan Pamengkang,
tempat orang berlalu lalang setiap hari. Dahulu di tengah Siti Hinggil terdapat
pendapa sederhana yang kemudian dipugar pada 1956 menjadi sebuah Gedhong Sasana Hinggil Dwi Abad sebagai
tanda peringatan 200 tahun kota Yogyakarta.
Siti
Hinggil Kidul digunakan pada zaman dulu oleh Sultan untuk menyaksikan para
prajurit keraton yang sedang melakukan gladi bersih upacara Garebeg, tempat
menyaksikan adu manusia dengan macan (rampogan) dan untuk berlatih
prajurit perempuan, Langen Kusumo. Tempat ini pula menjadi awal prosesi
perjalanan panjang upacara pemakaman Sultan yang mangkat ke Imogiri. Sekarang,
Siti Hinggil Kidul digunakan untuk mempergelarkan seni pertunjukan untuk umum
khususnya wayang kulit, pameran, dan sebagainya.
5.4
Kompleks
belakang
- Alun-alun Kidul
Alun-alun
Kidul (Selatan) adalah alun-alun di bagian Selatan Keraton Yogyakarta.
Alun-alun Kidul sering pula disebut sebagai Pengkeran. Pengkeran berasal
dari kata pengker (bentuk krama) dari mburi (belakang). Hal tersebut sesuai
dengan keletakan alun-alun Kidul yang memang terletak di belakang keraton.
Alun-alun ini dikelilingi oleh tembok persegi yang memiliki lima gapura, satu
buah di sisi selatan serta di sisi timur dan barat masing-masing dua buah. Di
antara gapura utara dan selatan di sisi barat terdapat ngGajahan sebuah
kandang guna memelihara gajah milik Sultan.
Di
sekeliling alun-alun ditanami pohon mangga (Mangifera indica; famili Anacardiaceae),
pakel (Mangifera sp; famili Anacardiaceae), dan kuini (Mangifera
odoranta; famili Anacardiaceae). Pohon beringin hanya terdapat dua
pasang. Sepasang di tengah alun-alun yang dinamakan Supit Urang
(harfiah=capit udang) dan sepasang lagi di kanan-kiri gapura sisi selatan yang
dinamakan Wok(dari kata bewok, harfiaf=jenggot). Dari gapura sisi
selatan terdapat jalan Gading yang menghubungkan dengan Plengkung
Nirbaya.
- Plengkung Nirbaya
Plengkung
Nirbaya merupakan ujung selatan poros utama keraton. Dari tempat ini Sultan HB
I masuk ke Keraton Yogyakarta pada saat perpindahan pusat pemerintahan dari Kedhaton
Ambar Ketawang. Gerbang ini secara tradisi digunakan sebagai rute keluar
untuk prosesi panjang pemakaman Sultan ke Imogiri. Untuk alasan inilah tempat
ini kemudian menjadi tertutup bagi Sultan yang sedang bertahta.
5.5
Bagian
lain Keraton
- Pracimosono
Kompleks
Pracimosono merupakan bagian keraton yang diperuntukkan bagi para prajurit
keraton. Sebelum bertugas dalam upacara adat para prajurit keraton tersebut
mempersiapkan diri di tempat ini. Kompleks yang tertutup untuk umum ini terletak
di sebelah barat Pagelaran dan Siti Hinggil Lor.
- Roto Wijayan
Kompleks
Roto Wijayan merupakan bagian keraton untuk menyimpan dan memelihara kereta
kuda. Tempat ini mungkin dapat disebut sebagai garasi istana. Sekarang kompleks
Roto Wijayan menjadi Museum Kereta Keraton. Di kompleks ini masih
disimpan berbagai kereta kerajaan yang dahulu digunakan sebagai kendaraan
resmi. Beberapa diantaranya ialah KNy Jimat, KK Garuda Yaksa, dan
Kyai Rata Pralaya. Tempat ini dapat dikunjungi oleh wisatawan.
- Kawasan tertutup
Kompleks
Tamanan merupakan kompleks taman yang berada di barat laut kompleks Kedhaton
tempat dimana keluarga kerajaan dan tamu kerajaan berjalan-jalan. Kompleks ini
tertutup untuk umum. Kompleks Panepen merupakan sebuah masjid yang digunakan
oleh Sultan dan keluarga kerajaan sebagai tempat melaksanakan ibadah
sehari-hari dan tempat Nenepi (sejenis meditasi). Tempat ini juga dipergunakan
sebagai tempat akad nikah bagi keluarga Sultan. Lokasi ini tertutup untuk umum.
Kompleks Kraton Kilen dibangun semasa Sultan HB VII.
Lokasi yang berada di sebelah barat Keputren menjadi tempat kediaman resmi Sultan HB X dan keluarganya. Lokasi ini
tertutup untuk umum.
5.6
Warisan
Budaya
Selain
memiliki kemegahan bangunan Keraton Yogyakarta juga memiliki suatu warisan
budaya yang tak ternilai. Diantarannya adalah upacara-upacara adat, tari-tarian
sakral, musik, dan pusaka (heirloom). Upacara adat yang terkenal adalah
upacara Tumplak Wajik, Garebeg, upacara Sekaten dan upacara Siraman Pusaka dan
Labuhan. Upacara yang berasal dari zaman kerajaan ini hingga sekarang terus
dilaksanakan dan merupakan warisan budaya Indonesia yang harus dilindungi dari
klaim pihak asing.
- Tumplak Wajik
Upacara
tumplak wajik adalah upacara pembuatan Wajik (makanan khas yang terbuat dari
beras ketan dengan gula kelapa) untuk mengawali pembuatan pareden yang
digunakan dalam upacara Garebeg. Upacara ini hanya dilakukan untuk membuat
pareden estri pada Garebeg Mulud dan Garebeg Besar. Dalam upacara
yang dihadiri oleh pembesar Keraton ini di lengkapi dengan sesajian. Selain itu
upacara yang diselenggarakan dua hari sebelum garebeg juga diiringi dengan
musik ansambel lesung-alu (alat penumbuk padi), kenthongan, dan alat musik kayu
lainnya. Setelah upacara selesai dilanjutkan dengan pembuatan pareden.
- Garebeg
Upacara
Garebeg diselenggarakan tiga kali dalam satu tahun kalender/penanggalan Jawa
yaitu pada tanggal dua belas bulan Mulud (bulan ke-3), tanggal satu bulan Sawal
(bulan ke-10) dan tanggal sepuluh bulan Besar (bulan ke-12). Pada hari-hari
tersebut Sultan berkenan mengeluarkan sedekahnya kepada rakyat sebagai
perwujudan rasa syukur kepada Tuhan atas kemakmuran kerajaan.
Sedekah
ini, yang disebut dengan Hajad Dalem, berupa pareden/gunungan yang terdiri dari
Pareden Kakung, Pareden Estri, Pareden Pawohan, Pareden Gepak, dan Pareden
Dharat, serta Pareden Kutug/Bromo yang hanya dikeluarkan 8 tahun sekali pada
saat Garebeg Mulud tahun Dal.
Gunungan
kakung berbentuk seperti kerucut terpancung dengan ujung sebelah atas agak
membulat. Sebagian besar gunungan ini terdiri dari sayuran kacang panjang yang
berwarna hijau yang dirangkaikan dengan cabai merah, telur itik, dan beberapa
perlengkapan makanan kering lainnya. Gunungan estri berbentuk seperti keranjang
bunga yang penuh dengan rangkaian bunga. Sebagian besar disusun dari makanan
kering yang terbuat dari beras maupun beras ketan yang berbentuk lingkaran dan
runcing. Kedua gunungan ini ditempatkan dalam sebuah kotak pengangkut yang
disebut Jodhang.
Gunungan
pawohan terdiri dari buah-buahan segar yang diletakkan dalam keranjang dari
daun kelapa muda (Janur) yang berwarna kuning. Gunungan ini juga ditempatkan
dalam jodhang dan ditutup dengan kain biru. Gunungan gepak berbentuk seperti
gunungan estri hanya saja permukaan atasnya datar. Gunungan dharat juga
berbentuk seperti gunungan estri namun memiliki permukaan atas yang lebih
tumpul.
Kedua
gunungan terakhir tidak ditempatkan dalam jodhang melainkan hanya dialasi kayu
yang berbentuk lingkaran. Gunungan kutug/bromo memiliki bentuk khas karena
secara terus menerus mengeluarkan asap (kutug) yang berasal dari kemenyan yang
dibakar. Gunungan yang satu ini tidak diperebutkan oleh masyarakat melainkan
dibawa kembali ke dalam keraton untuk di bagikan kepada kerabat kerajaan.
Pada
Garebeg Sawal Sultan menyedekahkan 1-2 buah pareden kakung. Jika dua buah maka
yang sebuah diperebutkan di Mesjid Gedhe dan sebuah sisanya diberikan kepada
kerabat Puro Paku Alaman. Pada garebeg Besar Sultan
mengeluarkan pareden kakung, estri, pawohan, gepak, dan dharat yang
masing-masing berjumlah satu buah. Pada garebeg Mulud/Sekaten Sultan memberi
sedekah pareden kakung, estri, pawohan, gepak, dan dharat yang masing-masing
berjumlah satu buah. Bila garebeg Mulud diselenggarakan pada tahun Dal, maka
ditambah dengan satu pareden kakung dan satu pareden kutug.
- Sekaten
Sekaten
merupakan sebuah upacara kerajaan yang dilaksanakan selama tujuh hari. Konon
asal-usul upacara ini sejak kerajaan Demak. Upacara ini sebenarnya merupakan
sebuah perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad. Menurut cerita rakyat kata Sekaten
berasal dari istilah credo dalam agama Islam, Syahadatain.
Sekaten
dimulai dengan keluarnya dua perangkat Gamelan Sekati, KK Guntur Madu
dan KK Nagawilaga, dari keraton untuk ditempatkan di Pagongan
Selatan dan Utara di depan Mesjid Gedhe. Selama tujuh hari, mulai hari
ke-6 sampai ke-11 bulan Mulud, kedua perangkat gamelan tersebut
dimainkan/dibunyikan (jw: ditabuh) secara bergantian menandai perayaan
sekaten. Pada malam kedelapan Sultan atau wakil yang beliau tunjuk, melakukan
upacara Udhik-Udhik, tradisi menyebar uang logam (koin).
Setelah
itu Sultan atau wakil beliau masuk ke Mesjid Gedhe untuk mendengarkan pengajian
maulid nabi dan mendengarkan pembacaan riwayat hidup nabi. Akhirnya pada hari
terakhir upacara ditutup dengan Garebeg Mulud.
Selama
sekaten Sego Gurih (sejenis nasi uduk) dan Endhog Abang
(harfiah=telur merah) merupakan makanan khas yang banyak dijual. Selain itu
terdapat pula sirih pinang dan bunga kantil (Michelia alba; famili Magnoliaceae).
Saat ini selain upacara tradisi seperti itu juga diselenggarakan suatu pasar
BAB VI
MUSIUM DIRGANTARA YOGYA
Museum
ini terletak di ujung utara Kabupaten Bantul perbatasan dengan Kabupaten Sleman
tepatnya di komplek Pangkalan Udara TNI-AU Adisucipto Yogyakarta. Museum ini
banyak menampilkan sejarah kedirgantaraan bangsa Indonesia serta sejarah
perkembangan angkatan udara RI pada khususnya. Selain terdapat diorama juga
terdapat bermacam-macam jenis pesawat yang dipergunakan pada masa perjuangan.
Beberapa model dari pesawat tersebut adalah milik tentara jepang yang digunakan
oleh angkatan udara Indonesia
Keberadaan
Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala berdasarkan atas gagasan dari Pimpinan
TNI AU untuk mengabadikan dan mendokumentasikan segala kegiatan dan peristiwa
bersejarah di lingkungan TNI AU. Hal tersebut telah lama dituangkan dalam
Keputusan Menteri/ Panglima Angkatan Udara No. 491, tanggal 6 Agustus 1960
tentang Dokumen dan Museum Angkatan Udara. Setelah mengalami proses yang lama,
pada tanggal 21 April 1967, gagasan itu dapat diwujudkan dan organisasinya
berada di bawah Pembinaan Asisten Direktorat Budaya dan Sejarah Menteri
Panglima Angkatan Udara di Jakarta. Berdasarkan Instruksi Menteri/ Panglima
Angkatan Udara Nomor 2 tahun 1967, tanggal 30 Juli 1967 tentang peningkatan
kegiatan bidang sejarah, budaya, dan museum, maka Museum Angkatan Udara mulai
berkembang dengan pesat. Berkat perhatian yang besar, baik dari Panglima
Angkatan Udara maupun Panglima Komando Wilayah Udara V (Pang Kowilu V), pada
tanggal 4 April 1969 Museum Pusat TNI AU yang berlokasi di Markas Komando Udara
V, di Jalan Tanah Abang Bukit Jakarta, diresmikan oleh Panglima Angkatan Udara
Laksamana Roesmin Noerjadin.
Berdasarkan
berbagai pertimbangan bahwa kota Yogyakarta pada periode 1945-1949 mempunyai
peranan penting dalam sejarah, yaitu tempat lahirnya TNI AU dan pusat kegiatan
TNI AU, serta merupakan kawah Candradimuka bagi Kadet Penerbang/ Taruna Akademi
Angkatan Udara. Berdasarkan Keputusan Kepala Staf TNI AU Nomor Kep/11/IV/1978,
museum yang semula berkedudukan di Jakarta, kemudian dipindahkan ke Yogyakarta.
Selanjutnya, berdasarkan Surat Keputusan Kepala Staf TNI AU Nomor
Skep/04/IV/1978 tanggal 17 April 1978, museum yang berlokasi di Kampus Akabri
Bagian Udara itu ditetapkan oleh Marsekal TNI Ashadi Tjahyadi menjadi Museum
Pusat TNI AU Dirgantara Mandala, pada tanggal 29 Juli 1978 yang bertepatan
dengan peringatan Hari Bhakti TNI AU. Perkembangan selanjutnya, museum itu
tidak dapat menampung lagi koleksi alutsista yang ada karena lokasinya yang
sukar dijangkau oleh umum dan kendaraan. Oleh karena itu, Pimpinan TNI AU
memutuskan untuk memindahkannya ke gedung bekas pabrik gula di Wonocatur Lanud
Adisucipto. Sebelum pemindahan dilakukan gedung itu direhabilitasi untuk
dijadikan Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala. Pada tanggal 17 Desember
1982, Kepala Staf TNI AU Marsekal TNI Ashadi Tjahjadi menandatangani prasasti
sebagai bukti dimulainya rehabilitasi gedung itu.
Penggunaan
dan pembangunan kembali gedung bekas pabrik gula itu diperkuat dengan Surat
Perintah Kepala Staf TNI AU Nomor Sprin/05/IV/1984, tanggal 11 April 1984.
Dalam rangka memperingati Hari Bhakti TNI AU, tanggal 29 Juli 1984, Kepala Staf
TNI AU Marsekal TNI Sukardi meresmikan gedung yang sudah direhabilitasi itu
sebagai gedung Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala. Lokasi Museum Pusat TNI
AU Dirgantara Mandala itu berada di Pangkalan Udara Adisucipto, di bawah Sub
Dinas Sejarah, Dinas Perawatan Personel TNI AU, Jakarta.
Bangunan,
Gedung Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala yang ditempati sekarang adalah
bekas pabrik gula Wonocatur pada zaman Belanda, sedangkan pada zaman Jepang
digunakan untuk gudang senjata dan hanggar pesawat terbang.
Koleksi,
Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala memamerkan benda-benda koleksi sejarah,
antara lain : koleksi peninggalan para pahlawan udara, diorama, pesawat
miniatur, pesawat terbang dari negara-negara Blok Barat dan Timur, senjata api,
senjata tajam, mesin pesawat, radar, bom atau roket, parasut dan patung-patung
tokoh TNI Angkatan Udara.
BAB VII
PENUTUP
7.1
Kesimpulan
Maka
dapat disimpulkan bahwa tempat-tempat pariwisata yang ada di jogja itu sangat
banyak,dan kita harus senantiasa menjaga serta merawatnya agar tetap asri
seperti aslinya.agar menarik para wisatawan untuk berlibur ke jogja.
Selain
itu,kota jogja yang menawan itu tidak harus kita tambahkan dengan budaya-budaya
barat yang kita rasa sangat bagus atau trend.tapi justru itu salah,kita harus
tetap menjaga budaya asli jogja itu sendiri agar mempunyai keaslian yang
khas dimata dunia.
Jogja
merupakan salah satu kota favorit para wisatawan untuk berlibur dan
menghabiskan sisa waktu istirahatnya di tempat-tempat wisata yang ada di
jogja.walaupun banyak cerita-cerita mistis yang beredar di masyarakat
luas,para wisatawan tetap antusias menikmati tempat-tempat pariwisata yang ada
di jogja.
7.2
Saran
Kami
menyadari bahwa dalam pembuatan karya tulis ini banyak ditemui kesulitan, oleh
karena itu kami mengharapkan saran dan kritik agar kami dapat menyempurnakan
karya tulis ini.
Demikianlah
Kesimpulan dan saran dalam pembuatan karya tulis ini. Dalam pembuatan karya
tulis ini banyak sekali kekurangan-kekurangan, untuk itu penulis sebagai
manusia biasa mohon maaf atas segala keurangan dan kekhilafan. Semoga karya
tulis ini bermanfaat bagi kita semua.